Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UPDATE: 1.850.206 Kasus Covid-19 di Tanah Air dan Perlunya Sosialisasi Masif Lawan Hoaks Vaksin

Kompas.com - 06/06/2021, 08:31 WIB
Tsarina Maharani,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, hingga Sabtu (5/6/2021), ada 1.850.206 orang yang terpapar virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Angka itu didapatkan setelah ada penambahan 6.594 kasus positif baru selama 24 jam terakhir.

Sementara itu, ada penambahan 4.241 pasien Covid-19 sembuh, sehingga total pasien sembuh kini berjumlah 1.701.784 orang.

Kemudian, kematian akibat Covid-19 bertambah 153 kasus, sehingga total pasien Covid-19 meninggal dunia yaitu 51.449 orang.

Hingga kemarin, pemerintah telah memeriksa 17.171.338 spesimen Covid-19 dari 11.532.985 orang. Penularan Covid-19 telah berdampak pada 510 kabupaten/kota di 34 provinsi.

Kasus tertinggi di Jakarta dan Jateng

Dari total 6.594 kasus positif baru kemarin, sebanyak 1.317 kasus di antaranya tercatat di DKI Jakarta. Disusul Jawa Tengah dengan 1.092 kasus dan Jawa Barat dengan 933 kasus.

Baca juga: Update Corona Dunia 6 Juni: 5 Negara dengan Kasus Covid-19 Tertinggi | India Longgarkan Lockdown di Tengah Ancaman Gelombang 3

Terkait dengan program vaksinasi nasional, pemerintah menyatakan hingga kemarin, jumlah masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis kedua yaitu 11.124.356 orang. Sementara itu, jumlah masyarakat yang sudah divaksin dosis pertama yakni sebanyak 17.617.095 orang.

Sasaran vaksinasi yang ditargetkan pemerintah hingga tahap kedua ini yaitu sebanyak 40.349.049 orang. Mereka terdiri atas tenaga kesehatan, lansia, dan petugas publik.

Dengan demikian, cakupan vaksinasi dosis kedua baru mencapai 27,57 persen dari total sasaran, sementara cakupan vaksinasi dosis pertama yaitu 43,66 persen.

Sosialisasi masif lawan hoaks vaksin

Di tengah upaya pemerintah menggenjot vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat, kabar bohong atau hoaks terkait vaksin Covid-19 masih beredar luas.

Hal itu dikhawatirkan membuat masyarakat justru enggan divaksinasi sehingga memperlambat upaya mencapai herd immunity. Karena itu, sosialisasi dan informasi yang benar perlu lebih masif diberikan oleh sumber informasi tepercaya.

Pemerhati imunisasi yang juga Sekretaris Eksekutif Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (TAGI), Julitasari Sundoro, mengatakan, hoaks yang diterima masyarakat merugikan pelaksanaan vaksinasi yang sedang berjalan.

Baca juga: UPDATE 5 Juni: 11,1 Juta Orang Sudah Divaksin Covid-19 Dosis Kedua

Ini berpotensi membuat cakupan vaksinasi menjadi rendah. Masyarakat diharapkan bisa lebih bijak memilih sumber informasi dari institusi yang kredibel dan terpercaya.

"Masyarakat harus mengecek kembali kalau ragu akan informasi yang diterima. Jangan malah langsung menyebarkannya," kata Julitasari dalam siaran pers yang dikutip Kompas.id, Jumat (4/6/2021).

Julitasari menambahkan, masyarakat juga sebaiknya tidak takut dan ragu untuk divaksin. Vaksin mengandung antigen dari virus SARS-CoV-2 yang diperlukan untuk membentuk antibodi dalam melawan Covid-19.

Efek samping yang timbul setelah vaksinasi, seperti demam atau bengkak di tempat penyuntikan, merupakan hal yang wajar sebagai dampak dari proses pembentukan antibodi dalam tubuh seseorang.

Biasanya, reaksi lokal seperti itu akan hilang selama dua hari setelah vaksin diberikan. Jika ada kondisi yang memang dikeluhkan, sebaiknya penerima vaksin bisa langsung menghubungi nomor kontak yang tertera di kartu vaksinasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com