Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rizieq Sebut Jaksa Ngotot Nyatakan Kerumunan di Megamendung Sebabkan Kenaikan Kasus Covid-19

Kompas.com - 20/05/2021, 13:11 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus kerumunan Megamendung Rizieq Shihab menilai jaksa penuntut umum (JPU) ngotot menyatakan kerumunan di Megamendung telah menyebabkan kenaikan kasus Covid-19.

Menurut Rizieq, kesimpulan jaksa tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah.

"Jaksa penuntut umum tetap saja keras kepala dan ngotot bahwa kerumunan Simpang Gadog atau kerumunan Megamendung telah menyebabkan, itu dengan sangat pasti, kenaikan Covid tanpa pembuktian ilmiah melalui penyelidikan epidemiologi yang semestinya," kata Rizieq saat membacakan pledoi di PN Jakarta Timur, Kamis (20/5/2021).

Baca juga: Sebut Ada Upaya Kriminalisasi, Rizieq Shihab: Pelanggaran Prokes Bukan Kejahatan

Rizieq menuturkan, ahli epidemiologi dan kesehatan yang dihadirkan dalam persidangan sudah menegaskan bahwa tidak ada kepastian suatu kerumunan menularkan Covid-19, yang ada hanya potensi atau kemungkinan.

Selain itu, kata Rizieq, data yang dibawa oleh saksi fakta dari Puskesmas Desa Sukamaman dan Dinas Kesehatan Kota Bogor juga tidak menunjukkan adanya kenaikan Covid-19 di Kecamatan Megamendung dan Kabupaten Bogor.

"Dan (para saksi) juga mengakui bahwa pasca kerumunan Simpang Gadog tidak ada klaster baru bernama klaster HRS atau klaster MS atau klaster Simpang Gadog, atau klaster Megamendung dan sebagainya," ujar dia.

Ia juga mempersoalkan bukti dalam kasus ini yakni seorang warga bernama Azka (11 tahun) yang positif Covid-19 setelah hadir di kerumunan Megamendung.

"Padahal tidak ada pernyataan resmi Satgas Covid atau puskesmas setempat atau Dinkes Kota Bogor maupun Dinkes Megamendung yang menyatakan bahwa Azka terpapar Covid dari mana, tidak ada keterangan," kata Rizieq.

Baca juga: Rizieq Shihab Anggap Kasusnya Politis dan Bagian dari Operasi Intelijen

Menurut Rizieq, hal itu membuktikan bahwa jaksa telah menghilangkan fakta dengan mengabaikan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian.

Sebelumnya, jaksa menuntut agar Rizieq dihukum 2 tahun penjara dalam kasus kerumunan Petamburan serta 10 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus kerumunan Megamendung.

Dalam kasus kerumunan Petamburan, jaksa juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Rizieq berupa pencabutan hak menjadi anggota atau pengurus organisasi masyarakat selama tiga tahun.

Selain Rizieq, lima terdakwa lain dalam kasus kerumunan Petamburan yakni Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Alhabsy, dan Maman Suryadi dituntut hukuman 1,5 tahun penjara.

Jaksa juga menuntut agar lima terdakwa tersebut dicabut haknya untuk menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi masyarakat selama dua tahun.

Kemudian, jaksa meminta kepada majelis hakim agar dalam putusan hakim melarang kegiatan penggunaan simbol atau atribut terkait Front Pembela Islam (FPI).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com