Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Seksual Dinilai Belum Memadai

Kompas.com - 09/03/2021, 13:39 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menilai sejumlah aturan undang-undang belum memadai untuk melindungi korban kekerasan seksual.

Indra mengungkapkan, secara yuridis, Indonesia memiliki tiga UU terkait penghapusan kekerasan seksual antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Kendati demikian aturan tersebut kurang fokus pada pemenuhan hak dan pemulihan psikologis korban.

"Aturan yang terdapat dalam ketiga undang-undang tersebut belum memadai karena fokus pada aspek pidana dan pemidanaan pelaku kekerasan seksual," kata Indra dalam diskusi bertajuk Bergerak Bersama Mewujudkan UU Penghapusan Kekerasan SeksualSelasa (9/3/2021).

Baca juga: Menteri PPPA Minta Dukungan Kemenkumham soal Pengesahan RUU PKS

Selain itu, Indra mengatakan, selama ini penegakan hukum kasus kekerasan seksual terkendala oleh terbatasnya definisi kekerasan seksual dalam hukum formal.

Dari 15 definisi kekerasan seksual menurut Komnas Perempuan, belum semuanya dapat diproses melalui sistem peradilan pidana.

"Istilah kekerasan seksual tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Meskipun demikian, beberapa pasal dalam KUHP ada yang mengatur mengenai kejahatan seksual yang didefinisikan sebagai setiap aktivitas seksual yang dilakukan orang lain terhadap perempuan," kata Indra.

Oleh karena itu, ia mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Tujuannya, untuk melindungi dan merehabilitasi korban, serta mencegah terjadinya kekerasan seksual.

Baca juga: KSP: Saat ini yang Paling Mendesak adalah Pengesahan RUU PKS

Indra menekankan, DPR dan Pemerintah berkomitmen untuk mendukung RUU PKS dengan memasukkan rancangan itu dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Namun di sisi lain, kata Indra, UU merupakan sebuah produk politik dan banyak faktor dari internal maupun eksternal yang turut menentukan pembahasan.

"DPR mengharapkan kerja sama dan dukungan dari semua pihak, termasuk dari masyarakat, perorangan termasuk dari organisasi kemasyarakatan untuk bersama bergerak mewujudkan sebuah UU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual," ucap Indra.

Adapun RUU PKS menjadi salah satu rancangan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR sebagai Prolegnas Prioritas 2021.

Meski sudah mendapat persetujuan dari pemerintah, Prolegnas Prioritas 2021 belum juga disahkan hingga saat ini.

RUU PKS juga sempat masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020, tetapi kembali dikeluarkan oleh Baleg DPR pada Juli 2020.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com