JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla menceritakan perjalanannya dalam upaya mengakhiri konflik antara Pemerintah Afghanistan dan Taliban yang telah berlangsung sekian lama.
Seperti diketahui, dalam jamuan di Gulkhana Palace, Kompleks Istana Kepresidenan Afghanistan di Kabul, 24 Desember 2020, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meminta JK untuk memimpin perundingan damai tersebut.
Kalla mengatakan, dirinya mengundang perwakilan Taliban ke kediamannya di Jakarta untuk membicarakan rencana mengakhiri konflik di Afghanistan.
"Jadi saya undang Taliban ke sini, makan di rumah ini," ujar Kalla dalam program Beginu yang tayang di kanal YouTube Kompas.com, Senin (22/2/2021).
Baca juga: JK Siap Memediasi Pemerintah Afghanistan dengan Kelompok Taliban
Kalla menyadari bahwa kedatangan perwakilan Taliban ke kediamannya bukan tanpa risiko.
Hal itu terbukti dengan munculnya anggapan bahwa Kalla secara personal mendukung kiprah Taliban.
Sebab, Amerika Serikat sebelumnya telah mengecap Taliban sebagai organisasi gerakan teroris.
Anggapan ini tidak ia hiraukan. Ia tak punya waktu untuk mengurusi segala persepsi sejumlah pihak.
Ia hanya tetap menginginkan supaya niatnya untuk bisa mendamaikan konflik di Afghanistan terwujud.
"Bahwa Amerika itu menganggap teroris, ya terserah Amerika. Bagi dia (Taliban), menganggap dirinya pejuang. Jangan kita ikuti pandangan Amerika saja atau pandangan NATO. Justru Amerika itu menduduki negara Afghanistan sama dengan Uni Soviet dulu menduduki Afghanistan," kata Kalla.
Baca juga: Cerita Jusuf Kalla Selesaikan Konflik Aceh: Pada Akhirnya Semua Menang...
Dalam upaya mendamaikan konflik di Afghanistan, mantan Ketua Umum Partai Golkar ini menggunakan prinsipnya, yakni mengabaikan semua persepsi.
Prinsip ini juga yang dijalankannya ketika berhasil mengakhiri konflik horizontal di Poso dan Ambon, ataupun konflik vertikal yang melibatkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh.
Baginya, untuk menciptakan perdamaian, tidak bisa diwujudkan hanya tergantung persepsi seseorang. Justru, yang harus diutamakan adalah membicarakan kenyataan.
"Kita tidak bisa bicara dengan persepsi, tapi bicara dengan kenyataan bahwa kenyataannya dua (Pemerintah Afghanistan dan Taliban) pihak ini saling bunuh-membunuh, saling konflik, saling perang, banyak rakyat Afghanistan menjadi korban, itu kan namanya ketertiban dunia," kata Kalla.
Baca juga: Korban Sipil Konflik Afghanistan-Taliban 2020 Capai 8.820, Meningkat Setelah Pembicaraan Damai
Kalla menambahkan bahwa dirinya tidak mempunyai urusan sama sekali dengan jalan pikiran Taliban.
Ia hanya menginginkan supaya perang betul-betul berakhir.
Karena keinginan itulah, Kalla kemudian benar-benar berhasrat mengenal lebih dekat dengan Taliban.
"Anda tidak bisa mendamaikan suatu negara, suatu suku, suatu orang, tanpa mengenal dua belah pihak," tegas Kalla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.