JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte menilai, jaksa penuntut umum (JPU) tidak dapat membuktikan adanya suap yang ia terima.
Napoleon menyampaikan hal tersebut saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/2/2021).
Adapun dalam kasus ini, Napoleon didakwa menerima uang suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
“Terkait dakwaan terhadap kami yang dianggap telah menerima sejumlah uang dari Tommy Sumardi ternyata saudara Jaksa Penuntut Umum hanya bisa membuktikan fakta adanya peristiwa dimana Tommy Sumardi telah 3 kali bertemu dengan kami," kata Napoleon, dikutip dari Tribunnews.com.
Baca juga: Irjen Napoleon Dituntut 3 Tahun Penjara di Kasus Djoko Tjandra
Menurut Napoleon, jaksa hanya membuktikan terjadi pertemuan dirinya dengan Tommy Sumardi di kantor Kadiv Hubinter Polri pada awal April, 16 April dan 4 Mei 2020.
Sebagai informasi, Tommy Sumardi merupakan perantara suap dari Djoko Tjandra kepada Napoleon.
Tommy telah divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan dalam kasus yang sama.
Selain itu, Napoleon juga mengatakan sejumlah surat NCB Interpol Indonesia yang dijadikan dasar pembuktian oleh jaksa hanya sia-sia.
Sebab, menurutnya, surat tersebut telah dibuat sesuai aturan yang berlaku.
“Ternyata telah sesuai dengan kewajiban yang harus dilakukan oleh NCB Intepol Indonesia sebagaimana ketentuan yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan, beberapa aturan Kapolri, maupun di dalam ketentuan interpol," ucapnya.
Baca juga: Irjen Napoleon Mengaku Simpan Rekaman Percakapan dengan Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo
Sebelumnya, Napoleon dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
JPU menilai Napoleon terbukti menerima suap sebesar 370.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari Djoko Tjandra.
Menurut JPU, dengan berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO).
Dengan begitu, Djoko Tjandra yang merupakan narapidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia pada pertengahan tahun 2020 meski berstatus buronan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.