Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem Minta DPR Tak Hanya Fokus pada Satu Isu dalam RUU Pemilu

Kompas.com - 28/01/2021, 18:15 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menilai, perlu ada lini masa yang jelas dalam pembahasan revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hal itu, kata dia, perlu dilakukan agar fraksi di DPR tidak hanya fokus membahas suatu isu terkait UU Pemilu.

"Untuk itu perlu ada timeline (lini masa) yang jelas dalam pembahasan RUU Pemilu ini," kata Khoirunnisa kepada Kompas.com, Kamis (28/1/2021).

"Karena kalau sejak awal sudah memperdebatkan soal teknis seperti ambang batas, daerah pemilihan, dan lain-lain pasti akan memakan waktu yang banyak hanya untuk membahas isu ini," lanjutnya.

Baca juga: Perludem: Sebaiknya Pilkada Dilakukan Tahun 2022 dan 2023

Khoirunnisa menilai sebenarnya banyak isu penting yang harusnya diperdebatkan atau dibahas fraksi-fraksi DPR.

Oleh karena itu, perlu ada jadwal pembahasan yang jelas dalam pembahasan RUU Pemilu.

"Ada isu lainnya yang tidak kalah penting untuk dibahas seperti soal desain kelembagaan penyelenggara pemilu atau isu penegakan hukum pemilu," ujar dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan, semangat dari revisi UU Pemilu adalah agar digunakan dalam jangka panjang.

Ia mengatakan, revisi UU Pemilu ini akan menghentikan kebiasaan DPR dan pemerintah melakukan revisi UU tersebut menjelang digelarnya kontestasi pemilu.

Baca juga: Politikus PDI-P Anggap Revisi UU Pemilu Tidak Mendesak

"Kita juga tidak mau ini semacam isu lima tahunan, setiap lima tahun revisi sesuatu yang belum kita uji berapa kali sudah kita revisi. Nah, kita ingin sebenarnya UU Pemilu yang kita bahas itu berlaku untuk beberapa kali pemilu," kata Saan usai rapat kerja Komisi II DPR, Selasa (26/1/2021).

Saan mengatakan, revisi UU Pemilu ini diperlukan apabila tidak menginginkan keserentakan Pemilu pada 2024.

Selain itu, untuk menguji sistem pemilu yang saat ini diterapkan, apakah efektif atau tidak, baik dari sirkulasi elite dan kualitas demokrasi.

"Biar sistem yang kita buat sekarang ini diuji efektif atau enggak dalam kerangka tadi misalnya demokrasi, dalam kerangka sirkulasi elit," ujar dia.

Saan juga mengatakan, revisi UU Pemilu diperlukan untuk menghindari tumpang tindih dengan UU Pilkada. Kedua UU tersebut, kata dia, akan disatukan dalam satu RUU Pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com