JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan pernyataan Menteri Koordinator Koordinator Bidang Kemaririman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berlebihan memeriksa Edhy Prabowo.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, Luhut semestinya menjelaskan ke publik maksud pernyataannya tersebut serta bukti penanganan perkara secara berlebihan yang dilakukan oleh KPK.
Baca juga: Jubir Luruskan Pernyataan Luhut agar Pemeriksaan Edhy Prabowo Tak Berlebihan
"ICW tidak memahami apa yang dimaksud ‘jangan berlebihan’ oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim, Luhut Binsar Panjaitan," kata Kurnia, Senin (30/11/2020).
"Untuk itu, akan lebih baik jika yang bersangkutan dapat menjelaskan perihal dan maksud pernyataan tersebut atau mungkin mencontohkan penanganan perkara yang berlebihan itu seperti apa?" sambung dia.
Kurnia pun mengimbau seluruh pihak, termasuk Pemerintah, untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK.
Intervensi terhadap proses hukum, kata Kurnia, dapat dijerat dengan pasal perintangan penyidikan yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Segala upaya intervensi, baik langsung maupun tidak langsung, memiliki konsekuensi hukum tersendiri, yakni Pasal 21 UU Tipikor terkait dengan obstruction of justice," kata dia.
Baca juga: Tanggapi Ucapan Luhut, KPK Sebut Tak Ada Istilah Pemeriksaan Berlebihan
Diberitakan sebelumnya, Luhut yang kini menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan ad interim berpesan kepada KPK agar tidak berlebihan dalam pemeriksaan Edhy Prabowo.
"Saya minta KPK juga periksa sesuai ketentuan yang bagus saja, jangan berlebihan. Saya titip itu saja. Tidak semua orang jelek, banyak orang yang baik kok," katanya di Gedung KKP, Jakarta, Jumat (27/11/2020).
Diketahui, KPK menetapkan Edhy sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin ekspor bibit lobster.
Dalam kasus ini, Edhy diduga menerima uang hasil suap terkait izin ekspor bibit lobster senilai Rp 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
PT Aero Citra Kargo diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir bibit lobster karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui perusahaan tersebut dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Baca juga: Luhut Minta KPK Jangan Berlebihan Periksa Edhy Prabowo
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, berdasarkan data, PT ACK dimiliki oleh Amri dan Ahmad Bahtiar. Namun diduga Amri dan Bahtiar merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja.
"Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya di tarik dan masuk ke rekening AMR (Amri) dan ABT (Ahmad Bahtiar) masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," kata Nawawi, Rabu (25/11/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.