Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekeliruan Tugas Otonomi Disebut Jadi Alasan Lahirnya Omnibus Law

Kompas.com - 22/10/2020, 16:30 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar otonomi daerah dari Universitas Indonesia Irfan Maksum mengatakan, lahirnya Undang-undang omnibus law ialah akibat dari banyaknya urusan birokrasi otonomi yang keliru.

Menurutnya, masih banyak orang di Indonesia yang keliru soal pembagian urusan dalam hal otonomi.

“Semua orang kalau ngomong birokrasi daerah otonom dianggap bawahan langsung Kementerian/Lembaga, padahal birokrasi daerah otonom itu bosnya (adalah) Kepala Daerah,” ujar Irfan Maksum dalam diskusi bertajuk ‘Dampak Omnibus Law Terhadap Otonomi Daerah dan Berbagai Aspek Lainya’, Kamis (22/10/2020).

Baca juga: Setahun Jokowi dan Pidatonya soal Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Irfan mencontohkan, kekeliruan yang terjadi di bidang pendidikan.

Menurutnya, keliru jika seorang menteri pendidikan menugasi dinas-dinas di daerah terkait persoalan pendidikan. Sebab, yang berhak menugasi adalah gubernur.

Maka seharusnya kementerian/lembaga untuk mengatasi persoalan di daerah seharusnya menugasi lewat gubernur.

“Jadi hati-hati, jangan sampai langsung nyuruh dinas, menteri pendidikan, Mas menteri ngomong ke kepala dinas-kepala dinas itu salah, harusnya ngomong melalui gubernur atau kepala daerah di tempatnya,” ujar Irfan Maksum.

Baca juga: Mengapa UU Cipta Kerja Disebut Omnibus Law?

Hal itu terjadi, menurut Irfan, akibat pembagian tugas yang juga dinilai masih keliru.

Ia mengatakan, Kementerian Pendidikan harusnya mengurusi pendidikan tinggi bukan pendidikan dasar atau menengah.

“Mas menteri itu ngurusinya adalah perguruan tinggi, Mas menteri pendidikan itu, enggak ngurusin SD, SMP, SMA, itu udah (urusan) Gubernur,” kata Irfan.

“Jadi ini juga kekacauan kalau proses pendidikan dasar dan menengah larinya ke Mas menteri juga, ini ada kekeliruan,” ujar dia.

Selain itu, Irfan menyebut, masih banyak juga orang yang menganggap ‘haram’ orang dari pusat ditempatkan di daerah untuk urusan pemerintahan.

Baca juga: Omnibus Law dan Pancasila

Hal itu, menyebabkan urusan pemerintah pusat di daerah jadi terbengkalai.

Ia mencontohkan, Indonesia memiliki universitas dari Aceh sampai Papua, jika tidak ada orang pusat di daerah maka orang universitas dalam menyelesaikan urusan harus pergi ke Jakarta.

“Orang universitas suruh ke Jakarta ngurus apa-apa, padahal harusnya didekatkan atau dilayani orang pusat ke daerah,” ujar dia.

“Ini yang menyebabkan dilakukan resenteralisasi banyak urusan pemerintahan melalui UU omnibus law,” tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com