Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Pakar, Penyusunan RUU Cipta Kerja Tak Cukup dalam 9 Bulan

Kompas.com - 15/10/2020, 15:27 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti berpendapat, penyusunan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja tidak cukup diselesaikan dalam 9 bulan.

Ia membandingkan penyusunan RUU Cipta Kerja dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). RUU PKS belum juga tuntas kendati telah dibahas selama 4 tahun, bahkan ditarik dari program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas.

"RUU penghapusan kekerasan seksual itu 4 tahun dibahasnya kemudian sekarang dikeluarkan pula dari prioritas tahunan tahun ini. Ini (RUU Cipta Kerja) 9 bulan mau diklaim sudah partisipatif sekali, tunggu dulu," kata Bivitri dalam acara diskusi bertajuk UU Cipta Kerja vs Pemberantasan Korupsi, Kamis (15/10/2020).

Baca juga: Pelemahan KPK hingga UU Cipta Kerja, Faisal Basri: Upaya Sistematik Rezim

Bivitri menjelaskan, penyusunan undang-undang melalui metode omnibus seperti RUU Cipta Kerja semestinya memakan waktu yang lama.

Pasalnya, penyusunan RUU Cipta Kerja perlu melibatkan banyak pemangku kepentingan karena banyaknya ketentuan undang-undang yang diubah.

Sebagai contoh, RUU Cipta Kerja mengubah ketentuan dalam 79 undang-undang yang mencakup isu-isu ketenagakerjaan, lingkungan hidup, hingga kemudahan berusaha.

Oleh karena itu, Bivitri mengatakan, seharusnya Pemerintah dan DPR tidak hanya mengundang kelompok buruh dalam pembahasan, melainkan juga kelompok lain yang terdampak seperti nelayan dan masyarakat adat.

"Pembuat maupun perumus undang-undang kalau hanya di balik meja, tidak berbicara dengan orang yang terkena dampak, akan luput untuk melihat potensi dampak yang bisa ditimbulkan secara riil di lapangan oleh sebuah undang-undang," ujar Bivitri.

Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, Buruh Tolak Terlibat Bahas Aturan Turunannya

Selain itu, penyusunan undang-undang melalui metode omnibus juga merupakan sesuatu yang baru dipraktikkan di Indonesia, sehingga sempat menimbulkan kebingungan, termasuk di kalangan legislatif sendiri.

Menurut Bivitri, hal tersebut semestinya dapat menjadi pertimbangan DPR agar tidak terburu-buru mengesahkan RUU Cipta Kerja yang ramai ditolak publik melalui aksi unjuk rasa di sejumlah daerah.

"Dengan segala kebingungan, kegamangan karena kebaruannya dan kegemukan dari satu RUU ini, tidak sepatutnya dibahas sangat terburu-terburu apalagi dalam situasi pandemi ini," kata Bivitri.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com