Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana: Jokowi Pertimbangkan Masukan PBNU dan Muhammadiyah untuk Tunda Pilkada

Kompas.com - 21/09/2020, 19:07 WIB
Ihsanuddin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian memastikan, Presiden Joko Widodo mendengar serta mempertimbangkan usulan penundaan Pilkada Serentak 2020 yang disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah.

"Pasti (dipertimbangkan), mereka kan punya argumentasi yang kuat, punya dasar yang kuat kenapa perlu ditunda. Saya kira apalagi seperti ormas besar seperti muhammadiyah dan PBNU, pemerintah akan sangat memperhatikan," ujar Donny saat dihubungi, Senin (21/9/2020).

Donny menekankan, pemerintah selalu menampung semua masukan dari berbagai pihak terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

Namun, pemerintah saat ini belum memutuskan apakah Pilkada 2020 tetap digelar sesuai jadwal atau ditunda terlebih dahulu. 

"Tentu saja semuanya harus didengar dan dipertimbangkan. Tapi Insyaallah tidak dalam waktu lama lagi akan diputuskan akan ditunda atau tidak dengan masing-masing konsekuensi," katanya.

Baca juga: Mendagri Minta KPU Atur Pelanggaran Protokol Covid-19

Donny mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak awal memiliki tiga opsi terkait waktu penundaan Pilkada akibat pandemi Covid-19, yakni akhir tahun ini, 2021, dan 2022.

Pemerintah dan DPR pun sudah sepakat pemungutan suara digelar pada 9 Desember tahun ini dengan mengesahkan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 menjadi UU.

Kendati begitu, Donny menyebut tak menutup kemungkinan Pilkada kembali ditunda apabila kasus Covid-19 terus bertambah dan mengkhawatirkan.

"Ya tentu saja opsi berikutnya bisa diambil, bisa tahun depan, bisa tahun depan lagi. Jadi, jangan dibilang pemerintah ingin tahun ini, karena tiga opsi itu sudah disampaikan oleh KPU," ucapnya.

Jika memang nantinya pemerintah dan DPR sepakat menunda pilkada, Donny pun memastikan akan ada payung hukum terbaru untuk mengaturnya.

Baca juga: PBNU Minta Pilkada 2020 Ditunda

"Tapi kan harus diputuskan dulu, tahun ini atau tahun depan atau tahun depan lagi. Ini kan kita tunggu dulu keputusannya," ujar Donny.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta supaya pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditunda.

Hal ini disampaikan lantaran NU menilai pandemi Covid-19 di Indonesia telah mencapai tingkat darurat.

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, dengan adanya pandemi Covid-19, prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah seharusnya diorientasikan pada pengentasan krisis kesehatan.

Oleh karenanya, selain meminta Pilkada 2020 ditunda, PBNU juga meminta supaya anggaran Pilkada direalokasikan bagi penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman sosial.

Baca juga: Demi Keselamatan Publik, PP Muhammadiyah Minta Pilkada 2020 Ditunda

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga meminta pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi Covid-19 ditunda.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menjelaskan, usul penundaan tersebut diungkapkan dengan alasan kemanusiaan di masa pandemi Covid-19.

Menurut dia, keselamatan masyarakat di masa pandemi Covid-19 merupakan yang paling utama. Terlebih lagi, saat ini jumlah pasien Covid-19 di Indonesia juga kian bertambah setiap harinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com