Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan WNI ke Malaysia Dinilai Akan Rugikan Pekerja Migran

Kompas.com - 06/09/2020, 15:01 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menilai, larangan WNI masuk ke Malaysia akan merugikan para pekerja migran Indonesia yang hendak kembali bekerja.

Hal itu terjadi karena larangan tersebut diperuntukkan bagi mereka yang memegang izin tinggal jangka panjang, seperti para pekerja migran.

"Kalau jangka panjang yang dikhawatirkan adalah mereka para pencari kerja dan lain sebagainya dari Indonesia masuk ke Malaysia," kata Hikmahanto dalam sebuah diskusi virtual tentang larangan WNI masuk ke Malaysia, Minggu (6/9/2020).

Baca juga: Larang WNI Masuk, Malaysia Diduga Khawatir dengan Penularan Covid-19 dari Indonesia

Untuk itu, ia meminta pemerintah memastikan larangan tersebut apakah berlaku bagi pemegang izin tinggal jangka panjang atau berlaku secara keseluruhan terhadap WNI yang hendak masuk ke Malaysia.

Hikmahanto juga meminta semua pihak tak buru-buru menghubung-hubungkan kebijakan Malaysia tersebut dengan isu menurunnya solidaritas antarnegara anggota ASEAN.

"Jangan kemudian kita terburu-buru dan menganggap ini tindakan tidak bersahahat dari Malaysia. Jangan pula kita anggap mungkin solidaritas di antara negara ASEAN jadi berkurang. Cari tahu dulu kenapa," tutur Hikmahanto.

Baca juga: Istana Sebut Tak Ada Dampak Signifikan Larangan WNI Masuk ke Malaysia

Sebelumnya Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Teuku Faizasyah membenarkan adanya larangan tersebut.

"Pemerintah Malaysia melarang pemegang Long Term Pass dari Filipina, Indonesia, dan India untuk masuki wilayah Malaysia," kata Faizasyah kepada Kompas.com, Kamis (3/9/2020).

Larangan itu akan berlaku untuk pemegang izin tinggal jangka panjang, pelajar, ekspatriat, penduduk tetap, serta anggota keluarga warga Malaysia. Pelarangan efektif berlaku sejak 7 September 2020 dan kebijakan pelarangan WNI ke Malaysia tersebut hanya sementara.

"Dubes Malaysia menginformasikan bahwa kebijakan ini bersifat temporer dan akan dikaji ulang setiap minggu," tutur dia.

Faizasyah menjelaskan, Kemenlu telah memanggil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia pada Rabu (2/9/2020) guna meminta klarifikasi atas pemberitaan tersebut.

Dubes Malaysia, kata Faizasyah, berjanji akan menyampaikan pembicaraan dengan Kemenlu ke Kuala Lumpur. Namun, informasi terkait sebab pelarangan belum jelas. Saat ini, Pemerintah Indonesia masih menunggu konfirmasi dari Pemerintah Malaysia.

"Klarifikasi telah dimintakan, kita tunggu ya, apa persisnya alasan pembatasan tersebut," kata Faizasyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com