Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Susun Pedoman Cegah Disparitas Tuntutan dengan Vonis Kasus Korupsi

Kompas.com - 03/08/2020, 14:23 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengungkapkan, KPK tengah menyusun pedoman penuntutan agar tidak ada disparitas atau perbedaan antara tuntutan jaksa dan putusan hakim.

"KPK juga sekarang sedang berupaya merampungkan pedoman penuntutan, karena kalau jujur, selama ini disparitas tidak hanya terjadi pada putusan para hakim melainkan juga berlangsung di tingkat penuntutan oleh para Penuntut Umum," kata Nawawi saat dikonfirmasi, Senin (8/3/2020).

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sangat penting dan berkaitan dengan putusan suatu perkara pidana karena yang akan dipertimbangkan oleh hakim sebelum memutuskan sebuah perkara.

Baca juga: 44 Persen Terpidana Kasus Korupsi Berasal dari PNS

Pentingnya tuntutan JPU, kata Ali, tidak hanya berkaitan dengan terbukti atau tidaknya sebuah tindak pidana, namun juga berkaitan dengan pertimbangan berat atau ringannya pidana yang akan dijatuhkan hakim.

"Adanya hubungan erat antara tuntutan pidana dengan putusan hakim tersebut, maka sangatlah penting bagi KPK untuk memiliki standarisasi terkait dengan tuntutan pidana," kata Ali.

Standarisasi tuntutan pidana di KPK tersebut akan diwujudkan dalam Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Korupsi

Kendati demikian, Ali menegaskan pedoman tersebut bukan upaya untuk mengkalkulasi keadilan secara matematik melainkan sebagai upaya mencari dasar-dasar rasionalitas dalam penuntutan.

"Sehingga akan meringankan beban Penuntut Umum dalam upaya mencari dasar pijakan dalam menentukan tuntutan pidana yang adil antara rentang minimum khusus dan maksimum khusus yang berlaku dalam kebijakan legislatif sekarang ini," kata Ali.

Baca juga: Ketua KPK Ingatkan Korupsi Penanganan Bencana Diancam Hukuman Mati

Adapun penyusunan Pedoman Tuntutan Tipikor KPK tersebut dilakukan melalui riset dan penelitian terhadap tuntutan pidana perkara-perkara yang ditangani KPK.

KPK juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung dalam menyusun pedoman tersebut.

Dikutip dari Antara, Mahkamah Agung menetapkan peraturan pedoman pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur korupsi di atas Rp100 miliar dapat dipidana seumur hidup yang tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com