JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan, penangkapan terpidana kasus pengalihan utang (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, harus diikuti proses hukum yang transparan.
Menurut Yasonna, penangkapan Djoko harus menjadi momentum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan aparat penegak hukum.
"Keberhasilan penangkapan ini harus diikuti dengan proses peradilan yang transparan hingga bisa menguak kasus tersebut secara terang benderang," ujar Yasonna melalui siaran pers kepada wartawan, Jumat (31/7/2020).
Baca juga: Djoko Tjandra Ditangkap, Yasonna: Negara Tak Bisa Dipermainkan...
Yasonna menyampaikan apresiasi kepada Bareskrim Polri atas keberhasilan menangkap buronan yang kabur sejak 2009 tersebut.
Sebab, sebelumnya masyarakat menuding kepolisian tak serius mencari tahu dan menangkap Djoko Tjandra.
"Kini semua bisa melihat bahwa tudingan itu tidak benar. Hal ini juga menjadi pernyataan sikap yang tegas bahwa negara pada akhirnya tidak bisa dipermainkan oleh siapa pun," ucap Yasonna.
"Penangkapan tersebut setidaknya telah mengakhiri rumor atau teka-teki tentang keberadaan Djoko Tjandra," tambahnya.
Baca juga: ICW: Kasus Djoko Tjandra Jadi Momentum Jokowi Evaluasi Anak Buah
Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia dan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Kamis (30/7/2020).
Penangkapan dilakukan tim khusus bentukan Kapolri yang dipimpin Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo dan bekerjasama dengan Polis Diraja Malaysia.
Kerja sama model P2P (police to police) dilakukan setelah Djoko Tjandra terdeteksi berada di Negeri Jiran tersebut.
Di sisi lain, Yasonna menyebut kasus Djoko Tjandra harus menjadi pelajaran bagi setiap lembaga penegak hukum di Indonesia.
Baca juga: Jaksa Pinangki Diduga Bertemu Djoko Tjandra, Mahfud: Segera Proses Pidana
"Polri telah menerbitkan laporan dugaan pidana atas oknum di lembaganya yang menerbitkan surat jalan bagi Djoko Tjandra. Ini jadi contoh bagi lembaga penegak hukum lain untuk melakukan hal serupa terhadap anggotanya yang diduga terlibat," kata Yasonna.
"Pencopotan semata tentu tidak cukup, harus diikuti dengan proses pidana. Semoga ini menjadi pelajaran agar jangan lagi ada oknum di lembaga penegak hukum di Indonesia yang merasa bisa bermain-main," tambahnya.
Kasus Djoko Tjandra bermula ketika Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat, seperti diberitakan Harian Kompas, 24 Februari 2000.
Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.