Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Minta Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dibatalkan, Bukan Ditunda

Kompas.com - 01/05/2020, 12:38 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bertepatan dengan hari buruh atau May Day yang jatuh pada Jumat (1/5/2020) hari ini, sejumlah serikat buruh kembali mendesak pemerintah membatalkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja.

Sebab, aturan omnibus law atau sapu jagat tersebut dinilai merugikan hak-hak buruh.

Presiden Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih mengaku tidak puas dengan keputusan Presiden Jokowi yang hanya menunda pembahasan untuk klaster ketenagakerjaan.

"Kami dari FBLP menuntut kepada pemerintah untuk membatalkan pembahasan Omnibus Law Cipta kerja, bukan penundaan klaster ketenagakerjaan," kata Jumisih dalam keterangan tertulis, Jumat (1/5/2020).

Baca juga: Pakar Hukum: Kalau Cuma Mau Sederhanakan Perizinan Tak Usah Omnibus Law

Jumisih menyebut RUU Cipta Kerja telah menghantui keberlanjutan hidup buruh perempuan di masa depan.

Sebab, hak-hak buruh perempuan seperti cuti haid, cuti hamil melahirkan atau gugur kandungan akan sangat mungkin hilang karena tidak ada perlindungannya dalam RUU tersebut.

Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Mirah Sumirat menyesalkan sikap pemerintah dan DPR yang masih ngotot membahas RUU sapu jagat tersebut di tengah pandemi Covid-19 dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Padahal, sejak awal isi RUU tersebut banyak mendapat kritik dan penolakan dari serikat pekerja dan elemen masyarakat lain.

Baca juga: Menurut Pengusaha, Ini 5 Risiko jika Klaster Ketenagakerjaan Tak Dimasukkan dalam Omnibus Law

"ASPEK Indonesia mendesak Pemerintah untuk menarik kembali RUU Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas di DPR," kata Mirah.

Mirah menyebut, RUU Cipta Kerja hanya menguntungkan pemodal/pengusaha dan sangat merugikan pekerja maupun calon pekerja. RUU Cipta Kerja, kata dia, akan menghilangkan kepastian jaminan kerja, jaminan upah dan jaminan sosial.

"Sehingga rakyat akan semakin sulit mendapatkan kesejahteraan dan keadilan sosial yang menjadi haknya," ucap Mirah.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam omnibus law RUU Cipta Kerja.

Baca juga: Masuki Bulan Ramadhan, Puan Minta Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan DItunda

Hal ini untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah telah menyampaikan kepada DPR untuk menunda pembahasan tersebut.

"Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (24/4/2020).

Dengan penundaan tersebut, pemerintah bersama DPR memiliki waktu yang lebih banyak untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com