Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Diminta Jangan Represif Apabila Pemerintah Terapkan Karantina

Kompas.com - 30/03/2020, 15:33 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta pemerintah tak menerapkan cara-cara yang represif apabila memberlakukan lockdown atau karantina wilayah untuk mencegah penyebaran virus corona.

Menurut Ketua YLBHI Asfinawati, karantina wilayah bukan merupakan darurat sipil sehingga cara-cara yang bersifat menekan apalagi menggunakan kekerasan seharusnya tidak digunakan.

"Karena ini bukan darurat sipil apalagi darurat militer, karena ini darurat kesehatan, maka garda depan adalah tenaga kesehatan, yang paling depan yang memimpin ini selain Presiden tentunya adalah tenaga kesehatan, bukan polisi," kata Asfina kepada Kompas.com, Senin (30/3/2020).

Baca juga: Ketua DPRD DKI Minta Anies Jamin Kebutuhan Warga Menengah ke Bawah jika Karantina Wilayah Diterapkan

Asfina mengatakan, ketentuan mengenai karantina wilayah telah diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa suatu wilayah yang dikarantina dibatasi dengan garis polisi dan dijaga selama 24 jam oleh kepolisian yang berada di luar garis karantina.

Menurut Asfina, aturan ini menegaskan bahwa polisi tak punya kewenangan untuk patroli.

"Jadi polisi bukan ada di dalam wilayah karantina, dia bukannya patroli, dia ada di luar. Jadi enggak bisa keluar masuk," ujar dia.

Baca juga: Dua Pemudik dari Jakarta Demam Tinggi Setiba di Salatiga, Diminta Karantina Diri

Sementara itu, untuk mengatur warga supaya tetap berada di dalam wilayah karantina, seharusnya dapat diberdayakan perangkat desa, yakni ketua RT dan ketua RW.

Tidak hanya itu, tenaga kesehatan dengan jumlah yang cukup juga harus disiagakan di wilayah karantina.

"Dengan seperti itu akan minimal terjadinya kekerasan karena aktor utamanya bukan polisi apalagi tentara," kata Asfina.

Presiden Joko Widodo sebelumnya menyebutkan, kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19 perlu dilakukan dengan skala lebih besar.

Baca juga: Presiden Jokowi Kembali Tegaskan Karantina Wilayah Wewenang Pusat

Ia juga meminta pembatasan sosial yang dikenal dengan sebutan physical distancing ini didampingi kebijakan darurat sipil.

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, lewat video conference dari Istana Bogor, Senin (30/3/2020).

"Sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com