Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Ketua MPR: RUU Ketahanan Keluarga Abaikan HAM

Kompas.com - 20/02/2020, 23:16 WIB
Krisiandi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Lestari Moerdijat menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketahanan Keluarga tak perlu diproses.

Menurut dia, RUU tersebut terlalu mengintervensi keluarga.

"RUU Ketahanan Keluarga semestinya tidak tendensius, RUU itu mengabaikan HAM sekaligus melegitimasi posisi perempuan sebagai tiyang wingking (subkoordinat)," kata Lestari Mordijat atau Rerie di Jakarta, Kamis (20/2/2019), dikutip Antara.

Ririe mengatakan, perempuan bukan obyek yang harus selalu diatur dan mengurus pekerjaan rumah.

Baca juga: Anggota Fraksi Golkar Tarik Diri dari Pengusul RUU Ketahanan Keluarga

Lebih jauh Rerie menjelaskan entitas keluarga tidak perlu diintervensi negara. Sehingga urusan internal keluarga, pola asuh anak dan peran anggota keluarga bukan wewenang pemerintah.

Ririe menuturkan, dalam draf RUU itu, pemerintah campur tangan dalam urusan internal keluarga seperti yang tercantum dalam Pasal 77 (1).

Pasal tersebut berbunyi, "Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi keluarga yang mengalami krisis keluarga karena tuntutan pekerjaan".

Rerie menilai masih banyak persoalan bangsa dan negara yang lebih mendesak untuk diatur. Sementara persoalan keluarga bersifat privat dan tidak perlu diatur negara.

Sebelumnya, lima anggota DPR mengusulkan RUU Ketahanan Keluarga yaitu Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani (F-PKS), Ali Taher (F-PAN), Sodik Mudjahid (Fraksi Gerindra), dan Endang Maria Astuti (Fraksi Partai Golkar).

Ali Taher mengatakan usulannya terkait RUU tersebut disebabkan tingginya tingkat persoalan disharmonisasi keluarga di Indonesia.

Menurut Ali diperlukan UU agar persoalan ketahanan keluarga bisa menjadi alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial yang dihadapi dalam lingkup keluarga.

Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Tak Boleh Urusi Persoalan Rumah Tangga

"Fakta sosial kita menunjukkan betapa rapuhnya kondisi obyektif saat ini dalam dunia perkawinan. Tingkat perceraian rata-rata di tingkat kabupaten/kota tidak kurang dari 150-300 per bulan," kata Ali Taher di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan akibat perceraian tersebut menimbulkan persoalan pada hak asuh dan masa depan anak sehingga hal tersebut memerlukan perhatian.

Ali Taher menjelaskan penyebab utama keretakan rumah tangga tersebut adalah persoalan ekonomi seperti banyak pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga berakibat akumulatif terhadap persoalan ekonomi keluarga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com