Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Manfaatkan Cukai dan Pajak Rokok untuk Atasi "Stunting"

Kompas.com - 19/02/2020, 16:52 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Pusat Kajian Gizi Regional (PKGR) Universitas Indonesia menilai, pemerintah dapat melakukan penanganan stunting atau malnutrisi melalui pemanfaat pajak dan cukai rokok.

Peneliti senior PKGR UI Grace Wangge mengungkapkan, berdasarkan data Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) UI, rokok dan produk tembakau memiliki dampak bagi kesehatan dan kesejahteraan anak.

Bahkan, ditemukan korelasi antara konsumsi rokok dengan persoalan stunting.

"Stunting merupakan masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh belanja rokok di masyarakat," ujar Grace, dikutip dari siaran pers, Rabu (19/2/2020).

"Anak dari keluarga perokok terbukti 5,4 kali lebih rentan mengalami stunting dibandingkan anak dari keluarga tanpa rokok," tutur Grace.

Baca juga: Singgung Angka Kemiskinan dan Stunting di NTT, Gubernur Viktor Sebut 3 Kabupaten Jadi Beban

PKGR UI kemudian menyatakan, alokasi cukai rokok di bidang kesehatan perlu dikawal untuk menangani stunting.

"Khususnya pengalokasian pajak rokok dan DBH-CHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) untuk kesehatan, yang hingga kini belum diimplementasikan secara maksimal dalam program pencegahan dan promosi penanganan stunting," kata Grace.

Apalagi, kata dia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan cukai rokok sebesar rata-rata 23 persen pada 1 Januari 2020.

Oleh karena itu, PKGR UI merekomendasikan beberapa poin yang dapat dijadikan referensi oleh pemerintah untuk pemanfaatan pajak dan cukai rokok untuk penanganan stunting itu.

Pertama, adalah soal kesadaran masyarakat secara umum dan secara khusus kepada pemegang kebijakan serta petugas kesehatan bahwa stunting merupakan masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh belanja rokok di masyarakat.

"Beranjak dari kesadaran akan keterkaitan stunting dengan konsumsi rokok, maka perlu ada prioritas anggaran terhadap program percepatan penanganan stunting yang dialokasikan dari pajak rokok dan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT)," kata Grace.

Baca juga: Wapres Minta BKKBN Prioritaskan Percepatan Penurunan Angka Stunting

Selanjutnya, alokasi pajak rokok untuk percepatan penangangan stunting perlu dituangkan dalam rencana anggaran e-budgeting pemerintah daerah (pemda).

Pemda juga dinilai perlu melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin mengenai pemanfaatan pajak rokok dan DBHCHT untuk program kesehatan.

"Sehingga dapat dipantau apakah dana tersebut sudah digunakan secara tepat guna atau belum," kata dia.

Pemerintah sendiri menargetkan untuk menurunkan angka stunting hingga 14 persen pada 2024 mendatang. Saat ini, angka stunting berkisar di angka 27 persen.

Baca juga: Wapres Minta BKKBN Manfaatkan 1,2 Juta Pendamping Percepat Penurunan Stunting

Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menegaskan, target pemerintah menurunkan stunting hingga 14 persen pada 2024 bukanlah perkara mudah.

Hal tersebut disampaikan Ma'ruf usai memimpin rapat pleno Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di Kantor TNP2K, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020).

"Target itu sangat emosional, 14 persen dari 27 persen itu bukan sesuatu yang mudah, karena itu kita harus bekerja keras," ujar Wapres Ma'ruf Amin.

Ia mengatakan, perlu adanya koordinasi antar lembaga agar penurunan stunting bisa berjalan dengan optimal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com