Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberhentian Helmy Yahya sebagai Dirut TVRI Dinilai Kontradiktif

Kompas.com - 17/01/2020, 17:41 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Helmy Yahya, Chandra Hamzah, menilai bahwa pemberhentian kliennya sebagai Direktur Utama (Dirut) TVRI kontradiktif dengan alasan yang disampaikan.

Dalam surat Nomor 8/Dewas/TVRI/2020 yang dikeluarkan pada 16 Januari 2020, tertulis bahwa Helmy diberhentikan sebagai Dirut TVRI "dengan hormat".

"Dengan hormat artinya (diberhentikan) tanpa kesalahan. Ini kontradiktif dengan lampiran suratnya yang katanya menyatakan ada beberapa kesalahan," kata Chandra Hamzah dalam konferensi pers di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (17/1/2020).

Baca juga: Helmy Yahya: Pembelaan Saya Tak Main-main, Lampirannya 1.200 Halaman

Chandra menjelaskan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Dewan Pengawas TVRI, memang tak disebutkan adanya kategori hormat atau tidak hormat dalam memberhentikan direksi.

Dewan Pengawas TVRI juga mempunyai kewenangan untuk memberhentikan direksi.

Akan tetapi, menurut Chandra, orang yang mempunyai kewenangan seharusnya baru dipermasalahkan apabila berlaku sewenang-wenang atau tak sesuai aturan.

"Dalam literatur atau UU, dan lainnya, (kalau ada) kesalahan harusnya dengan tidak hormat," ucap dia.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Harap Pencopotan Helmy Yahya Tak Ganggu TVRI

Catatan lainnya, kata Chandra, Dewan Pengawas TVRI pernah memberhentikan sementara dan menonaktifkan Helmy Yahya pada 4 Desember 2019.

Padahal, dalam Peraturan Pemerintah mereka tidak mempunyai kewenangan itu kecuali menyatakan non aktif karena direksi terkena pidana.

Dalam hal ini, kata dia, nyatanya Helmy Yahya tidak terlibat dalam tindak pidana apa pun.

Selama menjabat sebagai Dirut TVRI, Helmy Yahya juga mengkaim telah berhasil melakukan transformasi dengan kemajuan signifikan di televisi milik negara tersebut.

"Helmy bisa buat TVRI jadi WTP (keuangannya wajar tanpa pengecualian). Bukan hal mudah membuat WTP dari disclaimer bertahun-tahun. Itu capaian juga bukan hal yang mudah untuk bisa mendapatkan persetujuan dari Presiden mengenai tunjangan kinerja (untuk karyawan). Nah kita membantu melakukan reformasi birokrasi," kata Chandra.

Baca juga: Gara-gara Hak Siar Liga Inggris, Helmy Yahya Dicopot dari Dirut TVRI?

Semua itu, kata Chandra, bisa dicapai Helmy selama dua tahun memimpin TVRI. Mulai dari rating program, jenis program yang ditayangkan, hingga jumlah penonton yang bertambah.

Namun, kata dia, capaian-capaian tersebut dibalas dengan pemberhentian sewenang-wenang sebelum masa jabatannya berakhir.

Bahkan, Dewan Pengawas TVRI sama sekali tak memberikan hearing atau memberi Helmy kesempatan untuk membela diri secara lisan.

Dalam surat Dewan Pengawas TVRI yang diterbitkan 16 Januari 2020, Helmy dinyatakan diberhentikan lantaran tidak bisa mempertanggungjawabkan pembelian hak siar Liga Inggris yang memakan biaya besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com