Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta PK Jaksa Dicabut, Pengacara Syafruddin Temenggung Kirim Surat ke Dewas KPK

Kompas.com - 16/01/2020, 17:19 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung mengirimkan surat ke Dewan Pengawas KPK agar permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan jaksa KPK atas vonis lepas Syafruddin dicabut.

Syafruddin merupakan terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Kami sampaikan surat ke Dewas KPK untuk mencabut (permohonan) PK-nya. Pagi ini kami sampaikan. Alasannya karena (permohonan PK) melanggar hukum dan inkonstitusional," kata pengacara Syafruddin, Hasbullah saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (16/1/2020).

Pengacara Syafruddin telah menyampaikan kontra-memori atas memori permohonan jaksa KPK.

Baca juga: Pengacara Syafruddin Temenggung Berharap Permohonan PK Jaksa Ditolak

Kontra memori itu telah dibacakan pengacara Syafruddin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam beberapa materi kontra-memori, tim pengacara menilai KPK tak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016.

Pengacara merujuk pada salah satu pertimbangan putusan tersebut yang pada intinya MK telah menegaskan bahwa PK dapat diajukan oleh terpidana atau ahli waris.

Selain itu, pengacara beranggapan bahwa PK tidak boleh diajukan terhadap putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum.

"Bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa pimpinan dan jaksa KPK selaku pemohon PK telah melakukan tindakan atau perbuatan inkonstitutional, karena tidak menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan binding," kata Hasbullah.

Selain itu, Hasbullah menilai, KPK telah melanggar hukum. Menurut dia, salah satu poin esensial dari perubahan UU KPK yakni adanya amanat untuk menghormati hak asasi manusia (HAM).

Dalam kontra-memori, tim pengacara juga mengatakan bahwa UUD 1945 juga telah menyatakan negara harus menjamin warga negaranya atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum.

Baca juga: Pihak Syafruddin Temenggung Nilai Alasan Jaksa KPK Ajukan PK Tak Berdasar

Oleh karena itu, mereka menegaskan bahwa KPK tidak berada di atas hukum, dan harus patuh menjalankan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

Mereka juga menyinggung bahwa majelis hakim agung pada MA dalam putusan kasasi kliennya telah memerintahkan kepada KPK untuk memulihkan kemampuan, kedudukan, harkat dan martabat Syafruddin.

Tim pengacara berpendapat, KPK telah merendahkan kewibawaan, martabat, dan kehormatan MA.

Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK menilai berhak mengajukan PK.

Alasannya, upaya PK dalam sistem peradilan pidana Indonesia dimaksudkan untuk mengoreksi putusan berkekuatan hukum tetap yang keliru.

Dengan demikian, tidak ada pihak yang kepentingannya dirugikan, baik kepentingan terpidana maupun kepentingan korban tindak pidana yang diwakili oleh negara melalui proses penuntutan.

Jaksa juga memaparkan terdapat yurisprudensi hukum yang mengabulkan permohonan PK dari jaksa, misalnya, putusan PK dalam perkara Pollycarpus Budihari Priyanto.

Jaksa menyebutkan, dalam pertimbangan majelis hakim PK pada perkara Pollycarpus, menyatakan permohonan PK yang diajukan penuntut umum atas putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, secara formal dapat diterima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com