JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mempertanyakan legal standing atau kedudukan hukum para pemohon uji formil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Pasalnya, undang-undang itu diajukan oleh 13 nama. Tetapi, pemohon dalam berkas permohonannya tak menjelaskan secara detil kedudukan hukum para pemohon sehingga berhak mengajukan uji formil UU KPK.
"Tidak perlu juga banyak pemohon. Kalau mau banyak tidak masalah, sepanjang kuasa hukum menjelaskan kerugian konstisusional dari masing-masing prinsipal itu," kata Saldi dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
Baca juga: MK Pertanyakan Bukti Agus Rahardjo dkk yang Sebut Pengesahan UU KPK Tak Kuorum
Tiga dari 13 pemohon uji formil merupakan pimpinan UU KPK. Mereka adalah Ketua KPK Agus Rahardjo, serta Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan Saut Situmorang.
Sisanya, ada sejumlah nama pegiat antikorupsi, seperti eks pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Mochamad Jasin serta beberapa nama lain, yaitu Betty Alisjahbana, Ismid Hadad, dan Tini Hadad.
Kuasa Hukum pemohon, Feri Amsari, menjelaskan bahwa ke-13 pemohon sehari-harinya bergelut dalam bidang sosial kemasyarakatan, terutama terhadap isu-isu pemberantasan korupsi.
Karena latar belakang itulah, pemohon menilai mereka berkedudukan hukum untuk mengajukan uji materi UU KPK.
Baca juga: Sidang Perdana, Agus Rahardjo dkk Minta MK Nyatakan UU KPK Bertentangan dengan UUD 1945
"Mereka adalah pihak-pihak yang merasakan betul dari dampak diberlakukannya UU Nomor 19 tahun 20019 yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan UU 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak menimbulkan kepastian hukum yang sesungguhnya dilindungi dalam pasal 28 D UUD 1945 yang menjamin kepastian hukum harus diberikan kepada seluruh warga negara Indonesia," ujar Feri.
Namun, dengan penjelasan tersebut, Saldi tetap meminta pemohon menjelaskan secara rinci kedudukan hukum para pemohon, supaya pihaknya dapat menelusuri kerugian konstitusional yang dialami pemohon.
"Itu penting untuk membutkikan nanti bahwa pemohon memang memiliki hak untuk mengajukan pemohonan, sebab kalau legal standing-nya tidak terurai demgan baik dan kami tidak bisa menelusuri kerugian kosntitusinal," kata Saldi.