Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: Publik Ragu Jokowi-Ma'ruf Mampu Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Kompas.com - 04/12/2019, 18:26 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil Riset Litbang Kompas untuk Komnas HAM menyebutkan bahwa publik meragukan kemampuan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Keraguan tersebut terutama dalam penyelesaian kasus penculikan aktivis 1997-1998.

Dari hasil riset, sebanyak 51,7 persen menilai bahwa Jokowi tak mampu menyelesaikan kasus penculikan aktivis 1997-1998, sedangkan 34,5 persen menganggap mampu dan 13,8 persen menganggap sangat tidak mampu.

"Maka, tergantung Presiden mau atau tidak selesaikan sesuai harapan publik," kata komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat merilis hasil riset di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019)

Ia mengatakan, ada angka hampir 70 persen dalam kasus penculikan aktivis 97-98 pada riset tersebut.

Baca juga: KKR Harus Jadi Ruang bagi Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu untuk Bicara

Kasus itu juga diketahui dalam pemilihan presiden beberapa waktu lalu kerap kali dijadikan bahan untuk memukul lawan politik.

Sebab, kata Choirul, isu salah satu calon presiden yang terduga salah satu pelaku penculikan dalam kasus tersebut dimainkan oleh lawannya.

Dengan demikian, nuansa politis yang memenuhi penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu pun dinilai publik erat kaitannya dengan Jokowi.

"Tantangannya bisa diprediksi paling besar di kasus penculikan aktivis 97-98. Padahal (riset) ini dibuat sebelum kabinet (sekarang) terbentuk," kata Choirul.

"Pada pertarungan pilpres kasus penculikan masuk ke dalam kampanye presiden. Makanya itu dihitung sebagai hambatan besar oleh publik," ujar dia.

Baca juga: Jika Ingin Hidupkan KKR, Pemerintah Diminta Kedepankan Partisipasi Pihak Korban Pelanggaran HAM

Selain kasus penculikan aktivis 1997-1998, ada empat kasus lain yang diteliti oleh Litbang Kompas.

Dalam kategori keyakinan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, ada 42,6 persen yang menyatakan bahwa Jokowi-Ma'ruf tak mampu tuntaskan kasus penembakan misterius (petrus) tahun 1982-1985.

Kemudian 7,2 persen menyatakan sangat tidak mampu dan 48 persen menyatakan mampu.

Untuk kasus penembakan Trisakti-Semanggi 1998, sebesar 41,8 persen menilai bahwa Jokowi-Ma'ruf tidak mampu menuntaskannya.

Kemudian 6,6 persen menyatakan sangat tidak mampu dan 48,9 persen menyatakan mampu.

Sementara untuk kasus kerusuhan Mei 1997, 42,7 persen publik menilai bahwa Jokowi-Ma'ruf tak mampu menyelesaikannya, 8 persen menilai sangat tidak mampu, dan 46,8 persen menilai mampu.

Adapun riset Litbang Kompas ini dilaksanakan dari 23 September 2019 hingga 4 Oktober 2019 dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang dan sampling error 2,8 persen.

Wilayah riset ini dilakukan di 34 provinsi di Indonesia dengan metodologi face to face interview, yakni menggunakan kuesioner dengan durasi wawancara maksimal 60 menit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com