Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Sopan Santun Presiden Saat Bahas Revisi UU KPK Itu Ada atau Tidak?

Kompas.com - 03/11/2019, 15:32 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo yang tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.

Jokowi beralasan, ia menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi (MK). Selain itu, Jokowi menekankan sopan santun dalam ketatanegaraan.

"Saya sendiri mempertanyakan sopan santun ketatanegaraan presiden. Satu, sopan santun ketika membahas revisi UU KPK, itu ada atau tidak? Ketika kemudian partisipasi publik tidak dilibatkan, dan KPK sebagai lembaga yang konon katanya dianggap lembaga eksekutif juga tidak dilibatkan dalam pembahasan itu," kata Feri dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, Minggu (3/11/2019).

Baca juga: Alasan Jokowi Tak Terbitkan Perppu KPK Dinilai Mengada-ada, Menyesatkan, dan Keliru

Padahal, kata Feri, seharusnya Presiden Jokowi juga bisa mengutus KPK dalam proses pembahasan revisi.

Sebab, KPK merupakan lembaga yang paling berkepentingan dan terdampak dari hasil revisi ini.

Kedua, kata Feri, Jokowi dianggap sudah berperan meloloskan revisi UU KPK ini sejak bergulir di DPR. Padahal, saat itu pengesahan revisi UU KPK dinilainya tidak memenuhi kuorum di DPR.

"Ketiga, apakah presiden sopan ketika berjanji akan mempertimbangkan penerbitan perppu dan segera memberi tahu tokoh senior itu bahwa apa yang akan jadi pilihannya. Sampai hari ini tidak dikasih tahu. Disampaikan hanya melalui media," kata Feri.

Tokoh senior yang dimaksud Feri adalah mereka yang diundang Jokowi datang ke Istana Merdeka pada 26 September 2019.

Saat itu, sejumlah tokoh diundang Jokowi, seperti Mahfud MD, Goenawan Mohamad, Butet Kartaradjasa, Franz Magnis Suseno, Christine Hakim, Quraish Shihab, hingga Azyumardi Azra.

Setelah pertemuan itu, Jokowi mempertimbangkan akan keluarkan Perppu KPK.

"Kan seharusnya adalah undang lagi itu orang-orang senior, dan sampaikan, 'Ibu, bapak sekalian mari kita makan bakso lagi, kita diskusi soal perppu, saya mau menyampaikan sesuatu yang saya pahami soal perppu'," kata Feri.

Feri juga menyoroti bunyi Pasal 69A Ayat (1) UU KPK hasil revisi yang berbunyi, "Ketua dan anggota dewan pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia"

"Itu terdapat kekuasaan dominan yang diberikan pada presiden. Kekuasaan dominan itu Pasal 69A Ayat (1), yaitu presiden satu-satunya orang yang bisa menunjuk dan melantik dewan pengawas yang memiliki kekuasaan yang sangat dominan di KPK suatu saat nanti, kalau ditunjuk Desember besok. Sementara presiden berikutnya harus melalui Pansel," ujar Feri.

Baca juga: Tak Terbitkan Perppu KPK, Presiden Jokowi Dinilai Ingkar Janji

Sebelumnya, Presiden Jokowi memastikan, tidak akan menerbitkan Perppu KPK tersebut.

Presiden Jokowi beralasan, menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi (MK).

"Kita melihat, masih ada proses uji materi di MK. Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com