Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buzzer Pro-Pemerintah Dinilai Bisa Merusak Dukungan Publik ke Jokowi

Kompas.com - 08/10/2019, 20:09 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur NU Online sekaligus pegiat media sosial Mohamad Syafi’ Alielha atau akrab disapa Savic Ali, menilai tindakan buzzer politik pendukung pemerintah justru akan merusak dukungan dari elemen masyarakat sipil terhadap legitimasi Presiden Joko Widodo pada periode kedua pemerintahannya.

Savic berpendapat, buzzer pro-pemerintah cenderung bersikap reaktif terhadap segala kritik yang ada. Padahal kritik yang dilontarkan itu menandakan masyarakat masih memiliki harapan terhadap Presiden Jokowi.

"Semestinya tidak ada tindakan-tindakan dari para pendukungnya itu yang over, yang justru bisa merusak koalisi atau dukungan dari kelompok masyarakat atau komunitas yang pada dasarnya pro presiden," ujar Savic saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).

Baca juga: Buzzer Pendukung Pemerintah Dinilai Terlalu Agresif Tanggapi Kritik

Menurut Savic, pembelaan yang berlebihan dari para buzzer berpotensi menjadi bumerang bagi Presiden Jokowi.

Akibatnya, citra presiden dapat memburuk dan legitimasi dukungan terhadap pemerintah juga semakin melemah.

"Tindakan berlebihan itu bisa back-fire. Saya kira pembelaan yang berlebihan, justru kalau terlalu reaksioner itu bisa backfire buat citra presiden sendiri dan kemudian membuat legitimasi dukungan orang juga bisa melemah," kata Savic.

Baca juga: Pandangan Publik soal Buzzer Disebut Bergeser

Savic menengarai fenomena buzzer politik tidak bisa dilepaskan dari adanya polarisasi politik dan sosial yang sudah terjadi sebelum Pilpres 2019.

Masyarakat terbelah dalam dua kubu pendukung pasangan capres-cawapres.

Pro-pemerintah menganggap ada pihak-pihak yang ingin melemahkan posisi Presiden Jokowi dengan melontarkan kritik.

Kritik tersebut juga dianggap akan menguntungkan pihak oposisi atau pendukung Prabowo Subianto.

Baca juga: Fenomena Buzzer Memanipulasi Opini, Pencerdasan Publik Dinilai Penting

Ada pula polarisasi sosial misalnya terkait sentimen agama. Pihak yang kerap mengkritik pemerintah dianggap berasal dari kelompok Islam kanan atau setidaknya memiliki afiliasi politik dengan kelompok tersebut.

Sentimen ini digunakan buzzer untuk mengeneralisasi kelompok yang mengkritik pemerintah itu dianggap berafiliasi dengan kelompok kanan.

Hal ini, kata Savic, terlihat dari kontra-narasi para buzzer terkait kasus Novel Baswedan yang akhirnya memunculkan istilah "polisi taliban".

Baca juga: Buzzer Dinilai Bisa Geser Fokus Publik soal Kasus Novel Baswedan

"Saya kira sekarang buzzer yang pro-pemerintah harus lebih santai, cooling down. Pemilu sudah selesai, dan kita menghadapi tantangan baru dan saya kira presiden juga butuh legitimasi yang kuat untuk kekuasaannya lima tahun ke depan," ucap Savic.

Keberadaan buzzer pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo di media sosial menjadi sorotan beberapa waktu terakhir. Pihak Istana Kepresidenan pun sampai-sampai ikut berkomentar.

Kegaduhan yang diciptakan buzzer pendukung Jokowi terjadi setelah Presiden menyetujui revisi UU KPK yang diusulkan DPR.

Baca juga: Buzzer Dinilai Berisiko Membangun Perdebatan yang Tidak Produktif

 

Para buzzer mati-matian membela kebijakan Jokowi yang tidak populer karena dianggap melemahkan KPK itu.

Keriuhan berlanjut saat mahasiswa dan pelajar melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran, yang salah satunya untuk menolak revisi UU KPK.

Para buzzer mencoba mendelegitimasi gerakan itu melalui berbagai unggahan. Bahkan ada sejumlah kicauan yang mengarah pada disinformasi.

Kompas TV Kominfo mendukung penuh langkah facebook dan instagram yang menghapus akun penyebar hoaks dan ujaran kebencian.<br /> <br /> PLT Kabiro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu menyebut pemerintah selalu berkomunikasi dengan platform media media social. Salah satunya dengan Facebook untuk mengawasi pengguna media sosial khususnya buzzer yang terindikasi berperilaku tidak otentik dan terkoordinasi terkait dengan isu Papua Barat.<br /> <br /> Temuan Facebook pun disambut baik oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan akan dilimpahkan oleh pihak kepolisian. #Buzzer #Hoaks #PapuaBarat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

Nasional
Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Nasional
Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Nasional
162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

Nasional
34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

Nasional
KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

Nasional
Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Nasional
PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

Nasional
Hasto Curiga Ada 'Orderan' di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Hasto Curiga Ada "Orderan" di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Nasional
Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Nasional
Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com