Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teman Dekat Akil Mochtar Didakwa Ikut Melakukan Pencucian Uang

Kompas.com - 07/10/2019, 19:49 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Teman dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, Muhtar Ependy, didakwa baik sendiri atau bersama-sama Akil melakukan pencucian uang untuk menyamarkan hasil korupsi yang dilakukannya bersama Akil.

Hal itu disampaikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (7/10/2019).

"Telah melakukan perbuatan berupa perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan," kata jaksa Iskandar Marwanto saat membacakan surat dakwaan.

Caranya, menurut jaksa, Ependy menitipkan uang sekitar Rp 21,42 miliar dan 816.700 dollar AS kepada seorang bernama Iwan Sutaryadi.

Kemudian, dia menempatkan uang sebesar Rp 4 miliar di rekening BPD Kalbar Cabang Jakarta; mentransfer uang Rp 3,86 miliar dari rekening di BPD Kalbar ke rekening BNI Cabang Pontianak atas nama CV Ratu Samagat.

Kemudian, menempatkan uang sebesar Rp 11,09 miliar di rekening BPD Kalbar, Rp 1,5 miliar di rekening BCA atas nama Lia Tri Tirtasari, Rp 500 juta di rekening Bank Panin atas nama PT Promic International dan uang Rp 500 juta di rekening BCA atas nama Muhtar Ependy.

Selanjutnya, mentransfer uang berjumlah Rp 7,38 miliar ke sekitar 8 rekening pihak lain; membeli bahan baju hyget dengan harga Rp 500 juta; membeli kain bendera dengan harga Rp 500 juta; membeli 25 unit mobil dan 31 motor dengan harga keseluruhan sekitar Rp 5,32 miliar.

Berikutnya, membeli tanah dan bangunan yang terletak di Desa Sedau, Kabupaten Bengkayang senilai Rp 1,2 miliar; di Desa Waluran, Jawa Barat senilai Rp 50 juta; di Kelurahan Serdang, Jakarta Pusat senilai Rp 1,35 miliar; di Kelurahan Cempaka Putih, Jakarta Pusat senilai Rp 3,5 miliar dan di Desa Karangduwur, Jawa Tengah senilai Rp 217 juta.

Serta, dia memberikan piutang senilai Rp 1 miliar ke PT Intermedia Networks.

"Perbuatan terdakwa menitipkan, menempatkan, mentransfer, membelanjakan, atau membayarkan dan perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga adalah hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa bersama-sama M Akil Mochtar," kata jaksa.

Menurut jaksa, sumber dana pencucian uang itu berasal dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri.

Dalam dakwaan pertama Ependy, ia dan Akil disebut menerima uang sekitar Rp 16,42 miliar dan 316.700 dollar Amerika Serikat (AS) dari Romi Herton dan istrinya Masyito.

Uang tersebut terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang.

Kemudian keduanya juga disebut menerima uang Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS dari Budi Antoni Aljufri. Uang tersebut terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang.

Muhtar Ependy didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com