JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin sekaligus mengecam pelibatan anak-anak usia sekolah dalam demonstrasi di sekitar Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2019) kemarin.
Menurut KPAI, anak-anak tidak seharusnya berada di jalan mengikuti demonstrasi.
"Tempat anak-anak bukan di jalan, apalagi berada di lautan massa yang rentan dan membahayakan sewaktu-waktu terjadi gesekan dan bentrokan," kata Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
Rita mengatakan, kondisi psikologis anak-anak tidak sama dengan orang dewasa. Baik kekuatan fisik, tingkat pemahaman, tumbuh kembang, psikologis dan emosional anak perlu perhatian serta perlindungan khusus.
Baca juga: 7 Fakta Pelajar Ikut Demo Mahasiswa, Kepung Gedung DPRD hingga Bawa Senjata Tajam
Anak-anak, memang punya hak untuk didengarkan pendapatnya dan belajar kehidupan demokrasi. Tetapi, demonstrasi di jalan bukan tempat belajar yang tepat.
Oleh karenanya, KPAI menilai, anak-anak yang terlibat demonstrasi adalah korban.
"Anak-anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi adalah korban. Mereka mengikuti demonstrasi karena ajakan dari media sosial, yaitu Instagram dan aplikasi WhatsApp," ujar Rita.
Atas persoalan tersebut, KPAI meminta para orangtua memberi pendampingan dan berdialog kepada anak-anaknya yang masih usia sekolah, mengenai kehidupan berdemokrasi.
Para kepala sekolah juga diminta untuk memastikan absensi siswanya selama beberapa hari ke depan. Jika ada siswa yang tak hadir, sekolah diminta untuk melakukan pengecekan ke orang tua.
"KPAI juga mendorong polisi melakukam penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan adanya pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan anak dan memobilisasi anak dalam aksi unjuk rasa tersebut karena kepentingan tertentu," kata Rita.
Baca juga: RS Pelni Tangani 11 Korban Demo Pelajar di DPR
Diberitakan, sejumlah pelajar melakukan aksi demonstrasi di sekitar Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Aksi berlangsung sejak Rabu siang, dan berujung ricuh karena adanya bentrokan dengan aparat keamanan.
Massa yang sebagian menggunakan seragam OSIS dan pramuka ini tidak hanya menyanyikan yel-yel, tetapi juga menaiki pagar, memblokade jalan, hingga melempar batu ke arah aparat.