Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WALHI Nilai Sanksi Administratif Tak Bikin Jera Perusahaan Pembakar Lahan

Kompas.com - 21/09/2019, 13:13 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, sanksi administrasi yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan pembakar lahan tidak memberikan cukup efek jera.

Juru Kampanye WALHI Zenzi Suhadi mengatakan, hukuman sanksi administrasi tak membuat jera karena perusahaan itu masih bisa beraktivitas bilamana sanksi dicabut.

"(Sanksi) administrasi ini dia punya kelemahan karena masih memberi ruang bagi pelaku untuk membenahi sesuatu. Ini yang tidak begitu efektif nemberikan efek jera langsung kepada korporasi," kata Zenzi dalam diskusi di kawasan Cikini, Sabtu (21/9/2019).

Baca juga: Walhi: Jangan-jangan Segel Lahan Hanya Demi Memuaskan Jokowi?

Zenzi mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengedepankan sanksi pidana bagi para pelaku pembakaran lahan.

Ia menambahkan, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pun menyatakan bahwa penegakan hukum tak mesti diawali sanki administratif.

"Dalam situasi tertentu kita tidak mesti memulai proses hukum daru hukum administrasi, dia bisa langsung pidana. Ga mesti delik aduan, Polri bisa, KLHK bisa, ini bisa langsung," ujar Zenzi.

Baca juga: Walhi: Korporasi Enggan Bertanggung Jawab atas Karhutla karena Tiru Pemerintah

Menjawab kritikan Zenzi, Direktur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho Sani menyebut sudah banyak perusahaan yang terjerat pidana maupun perdata akibat pembakaran hutan.

Rasio mengatakan, ada beberapa perusahaan yang dijatuhi hukuman membayar ganti rugi dan putusannya pun sudah berstatus hukum tetap yang tinggal menunggu eksekusi.

"Yang sudah inkracht ini dengan nilai jumlah gugatan dengan ganti rugi sudah inkracht Rp 3,9 triliun. Itu terus bertambah karena sedang berproses," ujar Rasio.

Baca juga: Walhi Minta Pemerintah Batalkan PK Terkait Karhutla

Seperti diketahui, kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera dan Kalimantan terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

Akibatnya, kabut asap menyelimuti sejumlah kota dan mengganggu aktivitas serta kesehatan warga.

Merujuk dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Kamis (19/9) pukul 16.00 WIB, total ada 328.724 hektar lahan yang terbakar dengan 4.319 titik panas selama Januari-Agustus 2019.

Provinsi Kalimantan Tengah memiliki titik api paling banyak sejumlah 1.996 titik, kemudian diikuti Kalimantan Barat (1.150); Kalimantan Selatan (199); Sumatera Selatan (194); Jambi (105); dan Riau (14). 

Kompas TV Kebakaran hutan dan lahan yang melanda sejumlah provinsi mulai membuat gerah sejumlah petinggi daerah dan pusat. Di Riau saat ini kepolisian daerah setempat telah menetapkan 27 tersangka perorangan dan satu koorporasi terkait kasus kebakaran hutan dan lahan.<br /> Satu perusahaan yakni PT SSS jadi tersangka karena diduga lalai hingga menyebabkan lahan seluas 150 hektar terbakar di Kabupaten Pelalawan. Sementara 27 tersangka Karhutla perorangan diketahui tersebar di 11 polres di jajaran Polda Riau. Tak hanya di Riau, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di kalimantan juga menjadi perhatian khusus. Gubernur Kalimantan Barat mengungkapkan berdasarkan citera satelit lebih dari 10 titik api berada di lahan perkebunan milik perusahaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com