Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah dan DPR Sepakat Batasi Kewenangan Penyadapan KPK

Kompas.com - 17/09/2019, 18:17 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR sepakat membatasi kewenangan penyadapan Komisi Pemberantasaan Korupsi (KPK).

Pembatasan kewenangan penyadapan diatur dalam Undang-undang (UU) KPK yang baru saja direvisi dan disahkan di Rapat Paripurna, Selasa (17/9/2019).

Pasal 12B ayat (1) UU KPK menyatakan, penyadapan dapat dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas.

Baca juga: Tugas Dewan Pengawas, dari Izin Penyadapan hingga Evaluasi Pimpinan KPK

Untuk mendapatkan izin dari Dewan Pengawas, Pimpinan KPK mengajukan permintaan secara tertulis.

Dewan Pengawas dapat memberikan izin penyadapan dalam waktu 1×24 jam.

Kemudian pada Pasal 12B ayat (4), penyadapan dilakukan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang satu kali dalam jangka waktu yang sama.

Selain itu, Pasal 12D ayat (2) menyatakan hasil penyadapan yang tidak terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani KPK wajib dimusnahkan.

Baca juga: Soal Penyadapan, Pakar: Jangan Hanya KPK yang Diobok-obok Kewenangannya

Ada pula ketentuan pidana bagi pejabat atau orang yang menyimpan hasil penyadapan.

Seluruh ketentuan terkait pembatasan penyadapan itu sebelumnya tidak diatur dalam UU KPK sebelum direvisi. 

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengkritik ketentuan pembatasan penyadapan dalam UU KPK.

Baca juga: Apa Saja Ketentuan Penyadapan yang Diatur dalam Draf Revisi UU KPK?

Menurut Donal, ketentuan itu akan memperlambat kerja KPK dan bisa jadi akan kehilangan momentum untuk menangkap pelaku suap.

Selain itu, penyadapan KPK bisa batal dilakukan jika Dewan Pengawas tidak memberikan izin.

"Akibatnya, kerja penegakan hukum KPK akan turun drastis," kata Donal, Sabtu (14/9/2019).

Kompas TV DPR telah mengesahakan resvisi UU KPK dalam rapat paripurna pada Selasa, 17 September 2019. Sebelumnya, ada 7 poin yang disepakati DPR dan pemerintah dalam rapat Badan Legislasi yang digelar di DPR pada Senin, 16 September 2019. 7 poin revisi UU KPK yang disetujui dan disepakati DPR dan pemerintah adalah: Pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen. Kedua, terkait pembentukan dewan pengawas. Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK. Keempat, mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK. Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan. Ketujuh, sistem kepegawaian KPK yang memperbolehkan ASN bisa masuk ke dalam kepegawaian KPK. #revisiuukpk #paripurnadpr #kpk
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com