JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai bahwa pemerintah dan DPR sebaiknya tidak hanya mengutak-atik kewenangan penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jangan hanya KPK yang diobok-obok kewenangannya, sementara lembaga lain didiamkan saja," kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Senin (16/9/2019).
Ia menanggapi soal penyadapan oleh KPK yang harus seizin Dewan Pengawas KPK jika berdasarkan draf revisi Undang-Undang KPK yang diusulkan DPR.
Poin itu pun telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Apa Saja Ketentuan Penyadapan yang Diatur dalam Draf Revisi UU KPK?
Menurut dia, kewenangan penyadapan yang juga dimiliki oleh Polri dan Kejaksaan tidak diatur dalam undang-undang.
Padahal, pada 2011 Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengharuskan pemerintah dan DPR membentuk UU yang mengatur prosedur penyadapan.
Kendati demikian, hingga kini Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan belum disahkan di DPR.
Fickar berpandangan, kewenangan penyadapan setiap instansi akan lebih jelas dengan adanya UU tersebut.
"Jadi ada kesamaan perlakuan pada instansi-instansi yang memiliki kewenangan menyadap, kecuali UU menentukan lain," ujar dia.
Baca juga: Sandiaga Setuju Dewan Pengawas KPK, Tak Sepakat soal Penyadapan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo setuju penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi harus seizin Dewan Pengawas KPK.
Hal tersebut disampaikan Jokowi menanggapi draf revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diusulkan DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.