Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa pada Kejari Yogyakarta Diduga Terima Suap Rp 221,7 Juta

Kompas.com - 20/08/2019, 19:48 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, jaksa pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta bernama Eka Safitra menerima suap sekitar Rp 221,7 juta secara bertahap dari Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (MAM) Gabriella Yuan Ana.

Keduanya kini menjadi tersangka kasus dugaan suap terkait lelang proyek pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta.

Proyek itu senilai Rp 10,89 miliar. Keduanya diduga menyepakati fee sebesar 5 persen dari nilai proyek.

"Terdapat 3 kali realisasi pemberian uang, yaitu 16 April 2019 sebesar Rp 10 juta, 15 Juni 2019 sebesar Rp 100,87 juta yang merupakan realisasi dari 1,5 persen commitment fee. 19 Agustus sebesar Rp 110,87 juta atau 1,5 persen yang juga bagian dari tahapan memenuhi realisasi commitment fee," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Baca juga: Jaksa Tidak Hadirkan Seluruh Terdakwa, Sidang 29 Karyawan Sarinah Ditunda

Sementara itu, sisa commitment fee 2 persen rencananya diberikan setelah pencairan uang muka proyek tersebut pada pekan keempat bulan Agustus 2019.

Menurut Alexander, proyek ini dikawal oleh Tim Pengawalan, Pengamanan, Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat-Daerah (TP4D) Kejari Yogyakarta.

Salah satu anggota tim TP4D itu adalah Eka Safitra. Di sisi lain, Eka memiliki kenalan sesama jaksa, yaitu Satriawan Sulaksono.

Adapun Satriawan diduga mempertemukan Gabriella dan Eka.

Gabriella ingin perusahaannya mengikuti lelang proyek di dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Kota (PUKP) Yogyakarta tersebut.

Eka bersama Gabriella dan Direktur PT MAM Novi Hartono kemudian membahas langkah pemenangan lelang.

Caranya, dengan menentukan besaran harga perkiraan sendiri (HPS), harga penawaran yang disesuaikan spesifikasi yang dimiliki PT MAM.

"ESF selaku tim TP4D mengarahkan ALN (Aki Lukman Nor Hakim, Kepala Bidang Sumber Daya Air PUKP Yogyakarta) untuk menyusun dokumen lelang dengan memasukan syarat harus adanya sistem manajemen kesehatan dan penyediaan tenaga ahli K3," kata Alexander.

Menurut Alexander, Eka mengarahkan adanya syarat tersebut guna membatasi perusahaan lain yang akan mengikuti lelang.

Penawaran yang diajukan oleh perusahaan GYA mendapat peringkat 1 dan 3 pada penilaian lelang.

Hingga pada tanggal 29 Mei 2019, GYA diumumkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp 8,3 miliar.

Baca juga: KPK Tetapkan 2 Jaksa sebagai Tersangka Suap Proyek di Yogyakarta

Alexander belum mengungkan detail peran Satriawan dalam kasus ini. Sebab, tim KPK belum mengamankan Satriawan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka itu.

"KPK mengimbau agar tersangka SSL, jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta bersikap kooperatif dan menyerahkan diri ke KPK untuk proses hukum lebih lanjut," kata Alexander.

Atas perbuatannya, Eka dan Satriawan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Gabriella disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com