Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tersangka Jual Beli Data Kependudukan Raup Untung Rp 250.000 Per Hari

Kompas.com - 15/08/2019, 21:36 WIB
Devina Halim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka penjual data kependudukan berinisial C (32) meraup untung cukup banyak dari aktivitas ilegalnya tersebut. Maksimal, ia mampu mendapatkan Rp 250.000 per hari.

"Tersangka hanya membantu memperdagangkan. Dia dapat upah dari sekali transaksi itu Rp 50.000," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes (Pol) Asep Safrudin saat konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2019).

Dalam satu hari, tersangka dapat melakukan tiga hingga lima kali transaksi.

Baca juga: Kertas Fotokopi KK Jadi Bungkus Gorengan, Masyarakat Diingatkan Hati-hati Buang Berkas Data Pribadi

Asep menambahkan, C sempat berhenti melakukan aksinya pada 2017. Namun, beberapa bulan belakangan, ia kembali terjun di dunia jual beli data kependudukan.

"Dia sekitar dua tahun yang lalu (melakukan aksinya), kemudian berhenti dan beberapa bulan kemarin dia melakukan lagi," ujar Asep.

Saat ini, Polri masih memburu beberapa orang yang bekerja sama dengan C dalam mendapatkan data kependudukan. Selain memasok data kependudukan, mereka diduga juga melakukan aktivitas yang sama seperti C.

Diberitakan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri meringkus C di daerah Cilodong, Depok, Jawa Barat pada 6 Agustus 2019 lalu.

Berdasarkan hasil penyelidikan sebelumnya, C diduga menjual data kependudukan melalui sebuah situs bernama temanmarketing.com.

Saat ditangkap, C rupanya menyimpan jutaan data pribadi warga negara Indonesia yang terdiri dari nomor ponsel, kartu kredit, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga (KK) dan nomor rekening.

Baca juga: Jual Beli Data Pribadi Marak, Ini 8 Tips Untuk Melindungi Data Anda

Dari tersangka, polisi mengamankan satu unit telepon genggam beserta nomor yang digunakan untuk melakukan transaksi.

Tersangka disangkakan Pasal 48 ayat (2) jo Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 95A UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Berdasarkan keterangan tersangka, jutaan data kependudukan warga negara Indonesia itu tidak didapatkan dengan membobol data base pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

Data-data itu didapatkan dari pelaku lain berinisial I yang saat ini masih buron.

"Mereka mendapatkannya itu dari salah satu produsen juga dan itu sedang kami dalami. Namun yang jelas, mereka tidak melakukan illegal access terhadap sistem yang ada di Dukcapil," ujar Asep.

 

Kompas TV Sebuah twit dari akun twitter @hendralm menguak indikasi kasus jual-beli data kependudukan. Terkait twit ini kepolisian menyatakan Kemendagri akan melaporkan akun tersebut terkait pencemaran nama baik. Namun Dirjen Dukcapil dengan segera membantah akan mempolisikan akun twitter tersebut. Sindikat pencurian data pribadi baik e-KTP dan KK mengancam privasi warga. Lalu sejauh mana upaya pemerintah dalam melindungi dan menjaga privasi data kependudukan? Kita akan membahasnya bersama Sekretaris Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri, I Gede Suratha serta <em>Founder Information and Communication Technology Watch</em>, Donny Budi Utoyo. Dan anggota komisi II DPR RI Herman Khaeron. #DataPribadiBocor #KTPElektronik #KartuKeluarga
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com