KOMPAS.com – Wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke pulau Kalimantan, sudah kerap disebut Presiden Joko Widodo. Namun begitu Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengungkapkan bahwa rencana pemindahan ibu kota masih membutuhkan waktu 10 sampai 20 tahun lagi.
Hal itu diungkapkan Agus saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (7/8/2019).
“Masih membutuhkan waktu yang lama, sekitar 10 sampai 20 tahun lagi,” kata Agus.
Selain itu, Agus juga menerangkan bahwa rencana pemindahan ibu kota harus dipikirkan secara matang dan tidak usah terburu–buru.
Baca juga: Gubernur Kalteng: Kebakaran Lahan Gambut Tak Ada Kaitan dengan Rencana Pemindahan Ibu Kota
“Kan baru sebatas omongan presiden, selanjutnya perlu dipikirkan berapa anggaran yang dibutuhkan, infrastrukturnya bagaimana, siapa saja yang akan pindah, semua perlu diperhitungkan dan tidak perlu terburu - buru,” lanjut Agus.
Agus juga menjelaskan tentang faktor yang membuat ibu kota dipindah dari pulau Jawa menjadi ke luar Jawa.
“Pulau Jawa kan sudah penuh, jadi pindah ke Kalimantan yang wilayahnya masih luas,” tutur Agus.
Pengamat Kebijakan Politik tersebut juga menekankan bahwa perpindahan ibu kota harus mengikuti peraturan yang ada. Jangan sampai menabrak peraturan hanya karena terburu-buru.
“Walaupun sudah ada keputusan mau pindah, tetapi peraturannya juga harus dilihat, apakah memungkinkan atau tidak, harus dipikirkan pula perencanannya bagaiaman,” lanjut Agus.
Ketika disinggung soal tukar guling aset seperti yang diungkapkan oleh Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, Agus mengaku tidak mau menjawab karena masih belum jelas skemanya.
“Tukar guling aset kan masih belum jelas, kita tunggu saja mekanismenya bagaimana. Lagi pula wacana tersebut belum resmi,” tandas Agus.
Dalam pemberitaan Kompas.com, Selasa (6/7/2019), Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah bisa mendapatkan sumber penerimaan baru dengan valuasi hingga Rp 150 triliun dengan cara tukar guling.
"Jadi ini sifatnya karena ada potensi penerimaan yang besar dari aset Jakarta, maka kita akan mengupayakan agar kerja sama pengelolaan aset di Jakarta bisa dipakai untuk membangun ibu kota baru," kata Bambang usai rapat terkait pemindahan ibu kota, di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
"Kalau bisa ditukar guling ya bisa menjadi pemasukan langsung," sambung dia.
Dia menyebut ada beberapa skema tukar guling yang ditawarkan. Pertama, dengan menyewakan gedung perkantoran kepada pihak kedua dengan tarif sesuai dengan kontrak yang ada.
Baca juga: Ini Skema Tukar Guling Aset di Jakarta untuk Bangun Ibu Kota Baru
Kedua, dengan kerja sama pembentukan perusahaan yang didirikan oleh dua atau lebih entitas bisnis dalam rangka penyelenggaraan bisnis pada jangka waktu tertentu (joint venture).
Ketiga, mekanisme yang bisa diambil adalah dengan menjual langsung gedung kantor yang dimiliki ke pengembang.
Keempat, menawarkan sewa gedung dengan syarat pengembang mau berkontribusi dalam pembangunan ibu kota baru.
Hasil dari tukar guling ini diharapkan bisa menambal kebutuhan pembangunan ibu kota baru yang bersumber dari APBN.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.