Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Nurdiansah
Peneliti tata kelola pemerintahan

Peneliti tata kelola pemerintahan pada lembaga Kemitraan/Partnership (www.kemitraan.or.id).

Lika-liku Indonesia Menuju Negara Layak Anak

Kompas.com - 25/07/2019, 15:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA memiliki lebih dari selusin regulasi berkaitan dengan isu anak, namun tidak serta-merta persoalan berkaitan dengan anak dapat diselesaikan dengan cepat.

Bahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025), pemerintah menyebut tiga isu utama yang dihadapi oleh anak Indonesia.

Ketiga isu adalah rendahnya kesejahteraan dan perlindungan; rendahnya partisipasi dan pemberdayaan dalam berbagai bidang pembangunan; serta masih tingginya tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi pada anak.

Salah satu persoalan mendasar yang dialami oleh anak Indonesia adalah pernikahan anak. Ironisnya, persoalan ini tidak kunjung selesai kendati sudah ada UU perkawinan dan UU Perlindungan anak.

Masalah itu muncul karena pada implementasinya, orangtua anak dapat mengajukan dispensasi melalui pengadilan agama untuk dapat melakukan pernikahan, meskipun tidak memenuhi usia yang dianjurkan.

Akibatnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2016, prevalensi perkawinan anak mencapai 23 persen atau satu dari lima perempuan berusia 20-24 tahun telah menikah pada usia di bawah 18 tahun.

Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ketujuh di dunia terkait dengan tingginya angka pernikahan anak.

Perkawinan anak meninggalkan banyak permasalahan, salah satunya berpotensi menyebabkan terjadinya stunting.

Data Departemen Kesehatan tahun 2017 menyebut 29,6 persen anak bermasalah akibat kekurangan gizi kronis sejak dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.

Anak dengan penderita stunting memiliki dampak luar biasa, bahkan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dapat memengaruhi kemampuan ekonomi suatu negara.

Itu terjadi karena rata-rata anak penderita stunting memiliki imunitas lebih buruk dan menyebabkan tinggi badan pendek serta perkembangan organ-organ penting seperti otak juga terhambat.

Pada akhirnya, dampak tersebut menjadi penyebab kemiskinan pada suatu populasi.

Selain menciptakan lingkaran setan stunting karena ketidaksiapan orang tua memiliki anak, perkawinan dini juga menyebabkan hilangnya kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Persoalan pendidikan juga dialami oleh anak Indonesia lainnya, sebut saja anak berkebutuhan khusus (ABK).

Dari total 1,6 juta ABK, baru 18 persen yang mendapat layanan pendidikan (Badan Pusat Statistik, 2017).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com