JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai, sebaiknya Presiden Joko Widodo dapat mempertimbangkan pemberian amnesti terhadap mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknum, korban pelecehan seksual yang malah terjerat pidana.
Amnesti diajukan ke Presiden Jokowi setelah Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila.
"Kami dari DPR melihat kasus ini, ada baiknya Presiden bisa mempertimbangkan untuk memberikan amnesti pada Baiq Nuril," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Menurut Bambang, dirinya memandang bahwa Baiq Nuril justru menjadi korban dalam kasus tersebut. Sehingga, masyarakat perlu lebih jeli lagi dalam melihat kasusnya.
Baca juga: Baiq Nuril, dari Vonis Bebas hingga Berharap Amnesti Jokowi...
Di sisi lain, Bambang sepakat dengan sikap Komisi III yang meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan amnesti untuk Nuril.
"Karena dalam tanda petik kami melihat dia ini adalah korban sehingga perlu lebih jeli lagi upaya hukum untuk melihat kasusnya ini," kata Bambang.
"Tak ada salahnya kalau Presiden memberikan pertimbangan untuk memberikan pengampunan kepada warga negara kita yang bernama Baiq Nuril," tutur dia.
Kasus Nuril berawal pada tahun 2012 silam. Suatu hari, ia menerima telepon dari Kepala Sekolah bernama Muslim.
Dalam perbincangan itu, Muslim menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Baca juga: Baiq Nuril: Pak Jokowi bagai Kepala Keluarga dan Saya Anaknya...
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Muslim geram. Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut sehingga membuat malu keluarganya.
Baiq Nuril dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Namun, Pengadilan Negeri Mataram memutus Nuril tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana melalui putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.MTR. Hakim memutus Nuril bebas.
Tidak terima atas putusan tersebut, jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahakamah Agung (MA).
Pada 26 September 2018, MA lewat putusan kasasi menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Kemudian, Pada 3 Januari 2019, tim kuasa hukum Nuril resmi mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK).
MA akhirnya menolak PK yang diajukan kuasa hukum Baiq Nuril. Putusan MA tersebut menguatkan putusan kasasi yang menyatakan Nuril bersalah.
Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi berharap Presiden Joko Widodo memberikan amnesti terhadap Nuril. Joko mengatakan, amnesti dari Presiden Jokowi merupakan harapan yang ditunggu kliennya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.