Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR: Sebaiknya Presiden Jokowi Pertimbangkan Amnesti untuk Baiq Nuril

Kompas.com - 08/07/2019, 11:07 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Bambang Soesatyo menilai, sebaiknya Presiden Joko Widodo dapat mempertimbangkan pemberian amnesti terhadap mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknum, korban pelecehan seksual yang malah terjerat pidana.

Amnesti diajukan ke Presiden Jokowi setelah Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila.

"Kami dari DPR melihat kasus ini, ada baiknya Presiden bisa mempertimbangkan untuk memberikan amnesti pada Baiq Nuril," ujar Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Menurut Bambang, dirinya memandang bahwa Baiq Nuril justru menjadi korban dalam kasus tersebut. Sehingga, masyarakat perlu lebih jeli lagi dalam melihat kasusnya.

Baca juga: Baiq Nuril, dari Vonis Bebas hingga Berharap Amnesti Jokowi...

Di sisi lain, Bambang sepakat dengan sikap Komisi III yang meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan amnesti untuk Nuril.

"Karena dalam tanda petik kami melihat dia ini adalah korban sehingga perlu lebih jeli lagi upaya hukum untuk melihat kasusnya ini," kata Bambang.

"Tak ada salahnya kalau Presiden memberikan pertimbangan untuk memberikan pengampunan kepada warga negara kita yang bernama Baiq Nuril," tutur dia.

Kasus Nuril berawal pada tahun 2012 silam. Suatu hari, ia menerima telepon dari Kepala Sekolah bernama Muslim.

Dalam perbincangan itu, Muslim menceritakan tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.

Baca juga: Baiq Nuril: Pak Jokowi bagai Kepala Keluarga dan Saya Anaknya...

Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Muslim geram. Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut sehingga membuat malu keluarganya.

Baiq Nuril dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Namun, Pengadilan Negeri Mataram memutus Nuril tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana melalui putusan Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.MTR. Hakim memutus Nuril bebas.

Tidak terima atas putusan tersebut, jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahakamah Agung (MA).

Pada 26 September 2018, MA lewat putusan kasasi menghukum Baiq Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Kemudian, Pada 3 Januari 2019, tim kuasa hukum Nuril resmi mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK).

MA akhirnya menolak PK yang diajukan kuasa hukum Baiq Nuril. Putusan MA tersebut menguatkan putusan kasasi yang menyatakan Nuril bersalah.

Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi berharap Presiden Joko Widodo memberikan amnesti terhadap Nuril. Joko mengatakan, amnesti dari Presiden Jokowi merupakan harapan yang ditunggu kliennya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com