Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Penghinaan Presiden dan Wapres Disepakati Sebagai Delik Aduan

Kompas.com - 03/07/2019, 17:39 WIB
Kristian Erdianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik mengatakan, pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah disepakati menjadi delik aduan.

Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat pembahasa RUU KUHP antara DPR dan pemerintah di Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/7/2019).

"Saya cukup senang misalnya perkembangan pasal penghinaan presiden itu menjadi delik aduan," ujar Erma.

Berdasarkan draf RUU KUHP hasil rapat internal pemerintah 25 Juni 2019, Pasal 224 menyatakan, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Baca juga: Pemerintah Usulkan Perubahan Pasal Penghinaan terhadap Presiden dalam RKUHP

Dengan menjadi delik aduan, artinya tidak setiap orang dapat mengadukan sebuah tindakan yang diduga penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden.

Jika presiden dan wakil presiden merasa terhina atas ucapan pihak tertentu, maka hanya mereka lah yang dapat mengadukannya ke polisi.

"Kalau beliau (presiden-wakil presiden) merasa terhina, jadi beliau yang harus mengadukan langsung. Jangan orang yang merasa relawan-relawan ngadu karena merasa terhina. Presidennya saja enggak ngadu kan. Konsepnya delik aduan itu menurut saya bagus," kata Erma.

Baca juga: Nasib Para Pelaku Penghinaan Presiden Jokowi di Media Sosial, Dipenjara hingga Bikin Orangtua Minta Maaf

Sebelumnya, pasal penghinaan terhadap presiden-wakil presiden sempat menjadi polemik. Kalangan masyarakat sipil menilai pasal tersebut berpotensi menjadi alat kriminalisasi dan membatasi kebebasan berpandapat.

Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Perkara Nomor Nomor 013-022/PUU-IV/2006, inkonstitusional.

Akan tetapi, tindak pidana penghinaan dalam RUU KUHP dimunculkan kembali dengan perubahan dari delik yang bersifat biasa, menjadi delik aduan untuk melindungi kepentingan pelindungan presiden dan wakil presiden sebagai simbol negara.

 

Kompas TV Polisi akhirnya menangkap dua orang pelaku penghinaan Presiden Joko Widodo. Keduanya disangkakan dengan undang-undang ITE dengan ancaman hukuman empat tahun penjara. Karopenmas Mabes Polri, Dedi Prasetyo menyatakan, dua orang tersebut saat ini sedang menjalani proses pemeriksaan di Polres Bogor. Dua orang pelaku ini, yakni B alias Babe merupakan orang yang berada dalam video dan melakukan orasi penghinaan. Kemudian, satu lainnya berinisial S merupakan orang yang merekam kejadian tersebut. Keduanya mengaku melakukan aksi ini atas kemauan sendiri untuk membela pihak tertentu yang didukungnya. #PenghinaPresiden #PresidenJokowi #UUITE
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com