Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Ingatkan Implementasi Pengawasan Internal BUMN Tak Sekadar di Atas Kertas

Kompas.com - 09/05/2019, 13:06 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, BUMN-BUMN di Indonesia sebenarnya sudah memiliki peraturan internal yang bagus demi meningkatkan kualitas kinerja dan tata kelola perusahaan. Akan tetapi, implementasi aturan itu belum maksimal.

"Kita harus melaksanakan, jangan hanya bagus di atas kertas tapi tidak dilaksanakan. Kalau saya lihat semua BUMN, sudah mulai bagus peraturan internalnya, tapi pelaksanaannya masih banyak yang tidak sesuai," kata Laode dalam diskusi bertajuk Bersama Ciptakan BUMN Bersih Melalui SPI yang Tangguh dan Terpercaya di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Baca juga: Ketua KPK Nilai Kinerja Pengawas Internal di BUMN Masih Lemah

KPK, kata Laode, juga sudah menyiapkan pedoman pencegahan korupsi bagi korporasi. Namun demikian, hal itu tak berjalan maksimal tanpa komitmen nyata dari jajaran pimpinan BUMN.

"Yang paling penting itu komitmennya, komitmen untuk tidak akan terima bribe lagi. Kedua, kita melakukan perencanaan, memahami peraturan, mendeteksi areanya (yang rawan korupsi). Yang lebih mengetahui isi hati perusahaan bukan KPK, tapi bapak, ibu sendiri, dimana lubang-lubang korupsinya," kata dia.

Baca juga: Rini: Laba Bersih BUMN di Atas Rp 200 Triliun Sudah Audited

Laode juga mengingatkan Satuan Pengawas Intern (SPI) BUMN bekerja secara maksimal. Ia berkaca pada data Global Fraud Report Tahun 2018. Biasanya, yang paling banyak mendeteksi kecurangan di perusahaan bukan pengawas internal.

"Menurut report ini paling hanya 15 persen. Mengapa itu terjadi? Karena biasanya yang melakukan fraud itu, bos-bosnya. Kedua, dari mana kita mengetahui fraud? Paling banyak dari tips, 40 persen. Siapa yang memberikan tips itu? Biasanya karyawan yang sudah gerah (dengan praktik kecurangan di perusahaan)," kata Laode.

Baca juga: Dibahas di Istana, Sengketa Lahan BUMN Vs Warga Kampar Akhirnya Tuntas

Berkaca pada data itu, Laode menjelaskan pegawai di BUMN justru merupakan pihak yang sering menjadi informan KPK dalam menelusuri dugaan korupsi.

"Yang berikutnya baru internal audit. Dan yang berikutnya sedikit adalah management review. kalau reviewnya benar. Jadi pengawas internal biasanya susah untuk itu (melakukan pengawasan)," kata dia.

Kompas TV Gaji bulan lalu terlambat di bayarkan karyawan PT Pos Indonesia berunjuk rasa di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta Pusat Rabu (6/2/2019) pagi. Karyawan PT Pos Indonesia yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pos Indonesia Kuat Bermartabat sempat memblokade Jalan Medan Merdeka Selatan saat berunjuk rasa. Dalam aksinya mereka menilai tata kelola PT Pos buruk hingga berujung keterlambatan pembayaran gaji karyawan bulan lalu. Serikat Pekerja Pos Indonesia menuntut pimpinan direksi PT Pos Indonesia diganti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com