Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munawir Aziz
Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, Penulis Sejumlah Buku

Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, menulis buku Bapak Tionghoa Nusantara: Gus Dur, Politik Minoritas dan Strategi Kebudayaan (Kompas, 2020) dan Melawan Antisemitisme (forthcoming, 2020).

Golputnya Gus Dur dan Kontestasi Pilpres 2019

Kompas.com - 16/04/2019, 22:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMILIHAN Presiden (Pilpres) 2019 sudah di depan mata. Bangsa Indonesia akan menguji daya tahan serta proses panjang demokrasi, dalam sejarah dua dekade reformasi.

Pada 17 April 2019, bangsa Indonesia akan menentukan masa depannya, melanjutkan perjuangan untuk menjadi bangsa besar. 

Pemilu 2019 ini diwarnai dengan kegaduhan yang membengkak, serta serangan-serangan hoaks yang bertebaran di berbagai lini.

Bahkan, kontestasinya semakin menegang, yang ditandai dengan gelombang politik kecemasan. Drama-drama politik dipertontonkan untuk mendulang simpati, atau sebaliknya, menumpulkan prestasi.

 

Tren golput

Pada lingkaran kontestasi Pilpres 2019, perdebatan tentang golput juga semakin menghangat. Tren kenaikan golput terlihat dari pemilu-pemilu sebelumnya, yang juga menghantui Pilpres 2019.

DOK KOMPAS Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Indonesia 1955-2014

Data Perludem (2015) menunjukkan jumlah warga yang golput naik dari 48,3 juta orang pada Pilpres 2009 ke 58,9 juta orang pada Pilpres 2014. Pada kontenstasi Pilpres 2019 ini, potensi golput disebut masih tinggi, diperkirakan pada kisaran angka 20 persen.

Laporan survei Indikator Politik Indonesia pada Januari 2019, jumlah pemilih yang menyatakan golput mencapai 1,1 persen. Angka ini, naik 0,2 persen dari hasil survei pada Oktober 2018, yakni sebesar 0,9 persen.

Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, mengungkapkan bahwa potensi masyarakat yang golput sebanyak 20 persen.

Angka sebesar ini, didapat dari jumlah orang yang belum memutuskan pilihan (undecided voters) dan mereka yang sudah pasti tidak menggunakan hak pilih.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta politisi dari sejumlah partai politik berusaha mendorong warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.

Di medan kontestasi, terlihat betapa kubu petahana menggunakan upaya mengikis golput, sementara kubu oposisi berusaha menarik keuntungan dari gelombang golput. Pola kampanye dan serangan-serangan politik terlihat jika menganalisa pembelahan isu golput.

Pemerintah berusaha mendorong warga Indonesia untuk menggunakan hak pilihnya, apa pun kecenderungan politiknya.

Fenomena golput juga terjadi di beberapa negara, dalam proses kontestasi politik. Di tengah turbulensi politik Inggris, misalnya, gelombang golput juga dianggap sebagai bagian yang menyumbang terjadinya sengkarut Brexit.

Sementara itu, di Amerika Serikat, sejumlah analis politik menyatakan masifnya warga yang tidak menggunakan hak pilih, menguntungkan Donald Trump.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com