Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu Akan Perbaiki Aturan Izin Usaha Pertambangan

Kompas.com - 02/04/2019, 08:31 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan akan memperbaiki aturan perihal izin pertambangan untuk investor. Hal itu bertujuan agar investor mendapatkan kepastian hukum dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia.

Rencana perbaikan izin tersebut dilakukan Kemenkeu menyusul putusan arbitrase dalam perkara gugatan arbitrase yang diajukan oleh Indian Metal Ferro & Alloys Limited (IMFA) yang dimenangkan Pemerintah Indonesia.

"Seharusnya IMFA itu kan melakukan due diligence dulu, tetapi ini tidak dilakukan, sehingga jika ada masalah seperti ini langsung dibawa ke gugatan arbitrase. Makanya kami akan coba perbaiki lagi aturannya agar tidak terjadi tumpang tindih seperti yang terjadi selama ini," ujar Sri di Kejaksaan Agung, Senin (1/4/2019).

Baca juga: Anggota DPR Ini Desak Pemerintah Tertibkan Pertambangan Tanpa Izin

Gugatan yang diajukan IMFA terhadap pemerintah RI tersebut terjadi karena adanya tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki PT SRI dengan tujuh perusahaan lain akibat adanya permasalahan batas wilayah yang tidak jelas.

Dengan adanya tumpang tindih IUP tersebut, IMFA mengklaim bahwa Pemerintah RI telah melanggar BIT India-Indonesia dan mengklaim Pemerintah RI untuk mengganti kerugian kepada IMFA sebesar US $ 469 juta atau sekitar Rp 6,68 triliun.

Sri menambahkan, pemerintah akan tetap berkomitmen memberikan pelayanan kepada para investor selama mengikuti perundang-undangan yang berlaku.

"Kita tetap akan berkomitmen memberikan pelayanan untuk para investor. Adanya permasalahan ini bukan berarti Pemerintah Indonesia tidak peduli kepada investor, tetapi ini suatu perkara di mana pemerintah Indonesia akan tetap menjaga tata kelola perizinan tambang," ungkapnya kemudian.

Sementara itu, Jaksa Agung M Prasetyo menyatakan, menangkan Pemerintah RI dalam gugatan arbitrase tersebut telah menyelamatkan uang negara sebesar 469 juta dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 6,68 triliun.

Baca juga: KEK Tanjung Kelayang, Transformasi Babel dari Pertambangan ke Pariwisata

Putusan yang dikeluarkan pada Jumat (29/3/2019) itu menolak gugatan yang diajukan oleh IMFA sehingga memenangkan posisi pemerintah RI. Bahkan, IMFA dihukum untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan selama proses arbitrase kepada Pemerintah RI sebesar US$ 2,97 juta dan 361,247.23 poundsterling.

"Majelis Arbiter dalam putusannya telah menerima bantahan pemerintah RI mengenai temporal objection yang pada pokoknya menyatakan bahwa permasalahan tumpang tindih maupun permasalahan batas wilayah merupakan permasalahan yang telah terjadi sebelum IMFA masuk sebagai investor di Indonesia," ungkapnya kemudian.

"Sehingga dalam hal IMFA melakukan due diligence dengan benar maka permasalahan dimaksud akan diketahui oleh IMFA. Oleh karenanya Pemerintah RI, sebagai negara tuan rumah, tidak dapat disalahkan atas kelalaian investor itu sendiri," sambungnya.

Kompas TV Pemerintah Indonesia memenangkan perkara gugatan Arbitrase yang diajukan Indian Metal Ferro and Alloys Limited atau IMFAterkait tumpang tindih izin usaha pertambangan pengadilan. Arbitrase Den Haag pun meminta IMFAuntuk mengganti rugi biaya yang dikeluarkan pemerintah Indonesia selama proses Arbitrase. #IMFA #Arbitrase #Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com