Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Sebut Pengelolaan Pemerintahan Harus Dikolaborasi dengan Paradigma Bisnis

Kompas.com - 22/03/2019, 13:21 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, pengelolaan pemerintahan idealnya dikolaborasikan dengan paradigma bisnis yang mengedepankan efektivitas dan efisiensi.

Hal tersebut disampaikan Kalla dalam peresmian Jusuf Kalla Entrepreneurial Leadership Centre (JKELC) di Universitas Tanri Abeng, Pesanggarahan, Jakarta Selatan, Jumat (22/3/2019).

"Yang seperti kalau rapat di kantor saya pertama yang saya sebut tujuan. Target. Objektifnya apa nih yang kita rapatkan. Oh, kalau gitu prosesnya begini. Itulah suatu kombinasi, sharing antara entrepreneur dengan publik," kata Kalla.

Baca juga: Wapres Minta Inspektorat Pemerintahan Tingkatkan Penguasaan Teknologi Informasi

Ia mengatakan, paradigma bisnis kental dengan target. Karena itu setiap kegiatan harus berorientasikan target sehingga dibuat sefisien mungkin sesuai targetnya.

Hal itu menurut dia berbeda dengan manajemen pemerintahan yang berorientasi pada proses sehingga terkadang targetnya diabaikan, bahkan bisa dirubah.

Kalla mengatakan orientasi terhadap proses di manajemen pemerintahan muncul lantaran pejabat takut terjerat kasus bila menjalankan sesuatu di luar proses yang telah ditentukan.

Baca juga: Ini Kepatuhan LHKPN di 7 Bidang Pemerintahan Per 25 Februari 2019

Karena itu, Kalla meminta paradigma binsis yang berorientasi target dikolaborasikan dengan paradigma birokrasi yang berorientasi proses sehingga target bisa tercapai namun tak ada penyelewengan dalam prosesnya.

"Nah sekarang bagaimana kita memakai pengalaman target ini tapi prosesnya tidak salah. Karena itulah tentu entrepreneur leadership, bagaiamana mencapai sesuatu tapi kita juga tidak melanggar prosedur tapi prosedur itu bisa sesuai dengan pencapaian target," lanjut Kalla.

Kompas TV Penangkapan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan M Romahurmuziy alias Romy terkait dugaan suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama menunjukkan masih maraknya praktik jual beli untuk pengisian jabatan di lembaga pemerintahan. Kita sudah sering dengar gaung reformasi birokrasi di pemerintahan dengan segala aturannya tapi masih saja ada celah untuk menggunakan cara-cara tak legal.Bagaimana menutup celah praktik jual beli jabatan ini? KompasTV membahasnya bersama anggota Komisi II DPR RI Arief Wibowo<strong>, </strong>Tama S Langkun Peneliti Indonesia Corruption Watch dan analis politik UIN Syarif Hidayatullah Gun Gun Heryanto. #Korupsi #Romahurmuziy #KementrianAgama #OTT #KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com