Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Buat Permen, Sekda Bakal Dipecat jika Lambat Pecat PNS Koruptor

Kompas.com - 21/02/2019, 11:34 WIB
Christoforus Ristianto,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri sedang merumuskan aturan terkait sanksi bagi sekretaris daerah (Sekda) yang belum memecat pegawai negeri sipil (PNS) berstatus terpidana korupsi.

"Kami saat ini sedang merumuskan peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) untuk pemberian sanksi bagi sekda yang tidak memecat PNS terpidana korupsi. Saat ini prosesnya sudah 70 persen, saya berharap awal Maret sudah selesai," ujar Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto ketika dihubungi via telepon, Kamis (21/2/2019).

Baca juga: ICW: Lambatnya Pemecatan PNS Koruptor Akan Ciptakan Budaya Permisif

Sigit menjelaskan, dalam Permendagri tersebut nantinya tertuang sistem pemecatan Sekda yang belum memecat PNS terpidana korupsi.

"Bagi Sekda yang belum memecat PNS terpidana korupsi, kita akan memberikan surat peringatan hingga tiga kali. Jika belum dipecat juga, maka Sekdanya dipecat," jelasnya.

Sebelumnya, Sigit mengungkapkan, lambatnya PNS yang terbukti korupsi karena adanya keraguan dari Sekda dalam menindak tegas PNS.

Baca juga: Kemendagri: Sekda Ragu Pecat PNS Koruptor

"Sekdanya ragu. Saya sudah sampaikan ke mereka dan kepala daerah untuk jangan ragu memecat. Kalau bingung, tanya ke saya, Kemendagri siap bantu," ujar Sigit.

Ia menyatakan, alasan Sekda ragu untuk memecat PNS bermacam-macam, mulai dari PNS-nya yang sudah ganti alamat tempat tinggal hingga sarat dengan hubungan kekeluargaan.

"Ya, alasanya macam-macam. Ada yang rumahnya sudah pindah, ada karena PNS yang bersangkutan adalah saudara kepala daerah, dan sebagainya. Alhasil, komitmen pemecatan tidak maksimal," paparnya.

Adapun Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung kerugian negara akibat menggaji PNS koruptor.

Baca juga: KPK: Pemecatan PNS Koruptor Lamban, dari 2.375 Baru 891 yang Diberhentikan

"ICW mendesak BPK segera melakukan pemeriksaan terhadap instansi yang tercatat belum memecat PNS berstatus terpidana korupsi. BPK harus melakukan langkah menghitung kerugian negara akibat gaji yang telah dibayarkan kepada PNS tersebut," ujar peneliti divisi investigasi ICW Wana Alamsyah di kantor BPK, Rabu (20/2/2019).

Dari data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) per 14 Januari 2019, baru 393 PNS yang diberhentikan tidak dengan hormat dari daftar 2.357 PNS yang telah divonis bersalah melalui putusan berkekuatan hukum tetap.

Di luar 2.357 PNS tersebut, terdapat tambahan 498 PNS yang terbukti korupsi dan diberhentikan.

Sehingga, total PNS yang diberhentikan baru mencapai 891 orang. Masih ada 1.466 atau 62 persen PNS yang belum dipecat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com