Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Poin Ini yang Dinilai Perlu Dikritisi Publik Terkait RUU PKS

Kompas.com - 06/02/2019, 14:55 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Jaringan Kerja Program Legislasi Pro Perempuan (JKP3) Ratna Bantara Mukti mendorong publik untuk berdiskusi dan mengkritisi lima poin strategis dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

"Yang saya ingin lima isu ini dibahas, diperkaya oleh masukan masyarakat, dikunyah-kunyah, dikritisi, bukan tujuan-tujuan yang sama sekali di luar dari konteks RUU," kata Ratna saat konferensi pers di di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (6/2/2019).

Baca juga: Inayah Wahid Pertanyakan Penolakan PKS atas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Isu pertama adalah soal bentuk-bentuk kekerasan seksual yang sebelumnya tak tercantum dalam regulasi.

"RUU PKS mengisi kekosongan hukum terkait bentuk-bentuk kekerasan seksual yang selama ini tidak diakui oleh hukum," katanya.

Dalam draf tersebut, bentuk tindak pidana kekerasan seksual tercantum dalam Pasal 11.

Pasal tersebut menyatakan kekerasan seksual terdiri dari pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Kemudian, Ratna menilai RUU PKS memberi terobosan dalam prosedur hukum yang lebih sensitif dan memperhatikan pengalaman korban.

Baca juga: Penolakan terhadap RUU PKS Dinilai Hambat Pembahasan

Isu berikutnya adalah integrasi layanan. Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) ini ingin memastikan korban mendapatkan layanan pemulihan fisik, psikologis, materiil, hingga hukum secara bersamaan.

Lalu, berikutnya yang dinilai perlu dikawal dari RUU PKS adalah jaminan hak-hak korban.

"Pengakuan terhadap hak korban, hak-hak proseduralnya, hak-hak mendapatkan bantuan medis, hukum, karena saat ini bantuan hukum selalu dikaitkan dengan ketika seseorang menjadi tersangka," ungkap dia.

Isu terakhir adalah pencegahan serta perubahan paradigma publik terhadap kasus kekerasan seksual agar korban tidak tersingkirkan.

Kompas TV Dengan membunyikan kentongan dan pluit sebagai symbol, para mahasiswi ini menyerukan darurat kekerasan seksual.<br /> <br /> Aksi simpati di halaman kampus Fisipol UGM Yogyakarta ditujukan kepada salah seorang mahasiswi yang menjadi korban pelecehan seksual saat mengikuti program KKN di Maluku.<br /> <br /> Selain membunyikan kentongan dan pluit, mahasiswa juga menandatangani spanduk berisi tuntutan. Mereka meminta pihak universitas menjatuhi sangsi akademik kepada terduga pelaku pelecehan seksual yang tercatat sebagai salah seorang mahasiswa UGM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com