Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Tim Cakra 19 Jelaskan soal Propaganda Rusia yang Dimaksud Jokowi

Kompas.com - 06/02/2019, 07:42 WIB
Ihsanuddin,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Tim Cakra 19, salah satu tim pemenangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Andi Widjajanto, menjelaskan soal istilah propaganda Rusia yang sempat dilontarkan Jokowi.

Menurut Andi, istilah yang disampaikan capres nomor urut 01 itu mengarah kepada modus operandi yang dikenal sebagai operasi semburan fitnah (firehose of falsehood). Operasi ini, kata dia, digunakan Rusia antara tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang sipil di Suriah.

“Di Rusia, modus operandi ini sudah muncul di dekade 1870-an melalui gerakan Narodniki. Gerakan ini dulu dilakukan untuk menjatuhkan Czar Rusia dengan cara terus-menerus memunculkan isu-isu negatif,” ujar Andi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/1/2019) malam.

Baca juga: Soal Propaganda Rusia, Jokowi Bilang Kita Tidak Bicara Mengenai Negara

Hasilnya, menurut Andi, muncul ketidakpercayaan masif dari rakyat Rusia terhadap sistem politik yang kemudian dikapitalisasi oleh Lenin saat Revolusi Oktober 1917.

Evolusi paling mutakhir dari modus operandi ini, lanjut Andi, muncul di beberapa pemilihan umum, seperti Amerika Serikat, Brasil, dan Brexit. Dalam kontestasi Pilpres AS antara Donald Trump melawan Hillary Clinton, strategi semburan fitnah mencapai puncaknya.

Menurut Andi, ada pelibatan konsultan politik Roger Stone yang jago dalam menebar kampanye negatif yang sangat ofensif melalui tiga taktik: serang, serang, serang. Lalu, ada terabasan data pribadi melalui algoritma Cambridge Analytica.

Ada juga indikasi penggunaan kecerdasan buatan untuk menggelar bots yang mampu memainkan operasi tagar secara masif.

“Operasi semburan fitnah bertujuan untuk membuat dusta mengalahkan kebenaran. Operasi ini ingin menghancurkan kepercayaan publik ke otoritas politik, termasuk media," ujar mantan Sekretaris Kabinet ini.

Menurut Andi, cara yang paling efektif untuk menghancurkan Operasi Semburan Fitnah adalah menelanjangi bagaimana operasi ini dilakukan dan melakukan intervensi media untuk mematikan taktik yang dipakai. 

Misalnya, WhatsApp melakukannya dengan membatasi jumlah pesan yang bisa diteruskan oleh satu akun. Facebook melakukannya dengan mematikan akun-akun Saracen yang melakukan aktivitas ilegal di platform FB.

“Beberapa lembaga seperti PoliticaWave, Corona, atau akun patroli medsos seperti i-wulung sudah berusaha membongkar operasi semburan fitnah ini dengan membuka anomali permainan medsos yang dilakukan oleh pasukan-pasukan siber terkait dengan Pilpres 2019,” ujar Andi yang juga pengamat pertahanan ini.

Baca juga: Jokowi: Ada Timses yang Menyiapkan Propaganda Rusia...

Sebelumnya, istilah Propaganda Rusia yang dilontarkan Jokowi ditanggapi Kedutaan Besar Rusia di Jakarta. 

Kedubes Rusia lewat akun Twitter resminya @RusEmbJakarta menyampaikan bahwa Rusia tidak ikut campur dalam urusan elektoral di negara lain.

"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," tulis akun Twitter Kedubes Rusia untuk Indonesia, Senin (4/2/2019).

Baca juga: Penjelasan Kedubes soal Polemik Propaganda Rusia

Baca juga: Penjelasan Kedubes soal Polemik Propaganda Rusia

Kedubes Rusia untuk Indonesia juga menyampaikan, istilah "Propaganda Rusia" merupakan rekayasa yang dibuat pada tahun 2016 untuk kepentingan Pilpres Amerika Serikat. Istilah tersebut tidak berdasarkan pada realitas.

"Sebagaimana diketahui istilah 'propaganda Rusia' direkayasa pada tahun 2016 di Amerika Serikat dalam rangka kampanye pemilu presiden. Istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas," tulis akun Twitter tersebut.

Kompas TV Pernyataan yang muncul dari Jokowi soal antek asing dan propaganda Rusia menuai polemik. Betulkah ada konsultan asing yang menyusup dalam Pilpres dan memecah belah persatuan bangsa lewat propaganda yang dilakukannya? Lalu bagaimana mengubah pesta demokrasi lebih kaya substansi dan ide membangun bangsa? Simak pembahasannya dalam Sapa Indonesia Malam berikut ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com