Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLHK Sebut Perubahan Status Kawah Kamojang dan Gunung Papandayan Kurang Sosialisasi

Kompas.com - 25/01/2019, 11:42 WIB
Devina Halim,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menilai sejumlah protes dari aktivis terkait penurunan status Cagar Alam Kawah Kamojang dan Cagar Alam Gunung Papandayan, di Jawa Barat, disebabkan kurangnya komunikasi.

Kementerian LHK sebelumnya menurunkan status kedua cagar alam menjadi Taman Wisata Alam. Keputusan itu memantik protes dari aktivis, yang bahkan membuka kemungkinan untuk menempuh jalur hukum.

"Ini belum duduk bersama soalnya," ujar Direktur Jenderal Konservasi Alam Sumber Daya Alam dan Ekositem (Dirjen KSDAE) Wiratno saat dihubungi oleh Kompas.com, Kamis (24/1/2019).

Namun, Wiratno mempersilahkan jika ada yang mau menempuh jalur hukum terkait penurunan status tersebut. Kementeriannya, katanya, siap menghadapi tuntutan tersebut.

Baca juga: Status Cagar Alam Kawah Kamojang dan Gunung Papandayan Diturunkan, Hanya 30 Persen yang akan Dimanfaatkan

"Ya silakan. Kalau belum ketemu kita lalu menempuh jalur hukum, ya kita hadapi," jelasnya.

Ke depannya, ia mengaku akan lebih aktif menyampaikan ke publik terkait peraturan baru yang dikeluarkan KLHK.

Selain itu, mereka juga akan menggandeng aktivis dan masyarakat untuk tergabung dalam tim yang membahasa penurunan status daerah konservasi lainnya.

"Bersama-sama melihat lokasi mana yang perlu diubah, kenapa diubah, jadi anggota tim dan membicarakan substansi mengapa itu dilakukan perubahan," kata dia.

Baca juga: Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan Turun, Aktivis Ancam Class Action

Sebelumnya, sebanyak 100 organisasi lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat menolak SK 25/MENLHK/SETJEN/PLA2/1/2018 tertanggal 10 Januari 2018.

SK yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup ini berisi tentang perubahan fungsi pokok kawasan hutan dari sebagian kawasan Cagar Alam Kawah Kamojang seluas 2.391 hektare dan Cagar Alam Gunung Papandayan seluas 1.991 hektare.

“Status keduanya diubah menjadi Taman Wisata Alam. Kami menolak dan menuntut pencabutan SK,” ujar Koordinator Aliansi Cagar Alam Jabar, Kidung Saujana kepada Kompas.com di Bandung, Rabu (23/1/2019).

Kidung menjelaskan, penurunan status akan mengganggu ekosistem, baik keberadaan flora dan fauna maupun ancaman bencana alam.

Baca juga: 3 Alasan di Balik Penurunan Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan Menurut KLHK

Selain alasan pariwisata, pihaknya mencium ada intervensi dari perusahaan yang berkepentingan dengan dibukanya cagar alam.

Sebab, dengan status cagar alam, tidak boleh ada kegiatan, bahkan untuk mendaki gunung sekalipun.

“Kami harus berjuang. Karena informasi yang kami dapat ada beberapa status cagar alam yang akan diturunkan. Kalau ini kami biarkan, hal serupa akan terus terjadi,” kata Kidung.

Perwakilan Pro Fauna Indonesia, Herlina Agustin mengatakan, penurunan status ini merupakan langkah mundur dari pemerintah Indonesia dalam konservasi. Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya untuk keragaman hayati. Namun konflik sosial akan tumbuh, begitupun konflik manusia dengan satwa akan semakin tinggi.

“Kalau harus menempuh jalur hukum, kami akan tempuh. Apapun hasilnya. Kalau memang dibutuhkan, ya ke PTUN,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com