JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menurunkan status kedua cagar alam menjadi Taman Wisata Alam. Namun, Direktur Jenderal Konservasi Alam Sumber Daya Alam dan Ekositem (Dirjen KSDAE) Wiratno menuturkan, hanya sekitar 25-30 persen yang akan dimanfaatkan untuk wisata. Sisanya, masih diperuntukan untuk cagar alam.
"Sebagian kira-kira antara 25-30 persen, sepertiga. Yang lain tetap cagar alam," tutur Wiratno saat dihubungi oleh Kompas.com, Kamis (24/1/2019).
Potensi wisata alam menjadi salah satu alasan pemerintah mengubah status daerah konservasi tersebut.
Alasan lainnya adalah adanya kerusakan pada dua cagar alam tersebut. Wiratno mengatakan, kawasan cagar alam hanya bisa dijaga sehingga perlu diturunkan statusnya agar dapat direstorasi.
Baca juga: Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan Turun, Aktivis Ancam Class Action
"Pertama itu, kalau cagar alam, kalau ada kerusakan itu enggak bisa direstorasi sehingga perlu diubah," kata Wiratno.
Dengan status Taman Wisata Alam, pemerintah dapat menggandeng masyarakat untuk merestorasi daerah tersebut.
Selain itu, alasan ketiga adalah keberadaan panas bumi di kawasan tersebut sejak 1970-an.
Wiratno mengatakan, dengan penurunan status konservasi, panas bumi tersebut dapat memiliki payung hukum untuk dimanfaatkan perusahaan penghasil energi. Sementara, panas bumi tidak bisa dimanfaatkan dengan status cagar alam.
"Kalau ditutup bagaimana, panas bumi ini investasi besar sekali, tiba-tiba mau ditutup gara-gara itu cagar alam, kan harus dicarikan peluang hukumnya," kata dia.
Pemanfaatan panas bumi dinilai akan memberikan dampak positif kepada masyarakat dengan listrik yang dihasilkan.