Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangani Kasus Iklan Kampanye Jokowi-Ma'ruf, Gakkumdu Dinilai Tidak Kompak

Kompas.com - 08/11/2018, 16:38 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian, dan Kejaksaan Agung dalam keputusannya soal dugaan pelanggaran iklan kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin, mengalami perbedaan pandangan.

Bawaslu menilai iklan tersebut melanggar aturan kampanye karena ditayangkan di luar jadwal. Sementara Kepolisian dan Kejaksaan Agung berpandangan iklan itu tak penuhi unsur pelanggaran lantaran Komisi Pemilijan Umum (KPU) belum menetapkan jadwal kampanye media massa.

Menyikapi hal tersebut, Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto mengatakan seharusnya Gakkumdu memiliki perspektif yang sama terhadap suatu peraturan hukum.

Baca juga: Perjalanan Kasus Iklan Kampanye Jokowi-Maruf hingga Akhirnya Dihentikan

 

Kesamaan perspektif ini penting supaya tidak terjadi kesalahpahaman.

Kepolisian dan Kejaksaan Agung, kata Sunanto, semestinya satu pandangan dengan Bawaslu. Sebab, yang dapat menafsirkan soal pokok tahapan pemilu adalah penyelenggara pemilu, baik Bawaslu maupun KPU. 

"Seharusnya perspektif Gakkumdunya atau perspektif polisi dan jaksa juga sama dengan penyelenggara. Jadi tidak mispersepsi antara satu sama lain. Sebab, kan yang bisa menafsir soal pokok-pokok, teknis rincian kampanye ya lembaga-lembaga ini," kata Sunanto usai sebuah diskusi di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Kamis (8/11/2018).

Jika Bawaslu yakin iklan kampanye itu adalah bentuk pelanggaran pemilu, maka seharusnya Kepolisian dan Kejaksaan Agung menyamakan persepsi dengan Bawaslu, bukan justru membantah.

Apalagi, pandangan Bawaslu itu sebelumnya telah dikuatkan oleh KPU yang dalam proses penyelidikan dugaan pelanggaran dimintai keterangan sebagai ahli.

Baca juga: KPU: Iklan Kampanye di Luar Waktu yang Ditentukan Berpotensi Langgar Aturan

 

Kala itu, KPU menyampaikan bahwa iklan penggalangan dana Jokowi-Ma'ruf di media massa adalah kampanye, sedangkan kampanye metode iklan saat ini belum diperbolehkan.

"Kalau penyelenggara yakin soal temuan dan pelanggaran dan sanksi hukumnya, maka harusnya dua institusi ini harus dekap juga secara konstitusi hukumnya, bukan malah membantah terhadap kajian yang dilakukan oleh Bawaslu," tutur Sunanto.

Ketidaksamaan persepsi di dalam tubuh Gakkumdu, menurut Sunanto, menyebabkan iklan kampanye yang sebenarnya masuk dalam kategori pelanggaran, menjadi dinyatakan tak penuhi unsur pelanggaran sehingga kasusnya dihentikan.

"Problemnya hanya perspektif penegak hukum yang beda satu sama lain sehingga tidak mengkategorikan itu sebagai pelanggaran," kata Sunanto.

Baca juga: Bawaslu Mengaku Dilema soal Kasus Dugaan Curi Start Jokowi-Maruf

Pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dilaporkan ke Bawaslu lantaran diduga melakukan 'curi start' kampanye dengan beriklan di media massa.

Iklan tersebut dimuat dalam harian Media Indonesia yang terbit Rabu (17/10/2018). Dalam iklan tersebut, tertulis 'Jokowi-Ma'ruf Amin untuk Indonesia', dengan gambar Jokowi dan Ma'ruf disertai angka 01 sebagai nomor urut pasangan calon.

Dalam iklan juga tertera nomor rekening untuk penyaluran donasi dan sebuah nomor ponsel.

Keputusan atas dugaan pelanggaran kasus tersebut telah dikeluarkan oleh Gakkumdu pada Rabu (7/11/2018). Setelah melalui serangkaian proses penyelidikan, Gakkumdu memutuskan untuk menghentikan kasus tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com