Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat "Rape Culture", Masyarakat Dinilai Berperan Langgengkan Pemerkosaan

Kompas.com - 08/11/2018, 16:24 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pernahkah kita mengeluarkan komentar terhadap kasus pemerkosaan yang ada di sekitar kita? Misalnya, mengeluarkan kalimat, "Ah pasti dia pakai bajunya seksi", "Siapa suruh mau diajak cowok enggak jelas, kejadian kan", "Dia emang cewek nakal, pantas saja sampai begitu".

Komentar-komentar tersebut secara tidak langsung meletakkan posisi perempuan pada posisi bersalah (victim blaming) atas insiden pemerkosaan yang dialaminya.

Sementara. laki-laki yang menjadi pelaku pemerkosaan dianggap wajar dan memiliki insting naluriah atas nafsu yang ia lampiaskan.

Atau mungkin bisa jadi kalimat yang diucapkan seperti, "Ya kan dipegang doang, serius amat”, "Santai aja, sok suci deh", "Laki-laki memang begitu". Kalimat itu bisa jadi ringan diucapkan, namun termasuk dalam fenomena rape culture yang ternyata memiliki konsekuensi besar terhadap langgengnya praktik pemerkosaan di sekitar kita.

Bahkan, ketika kasus pemerkosaan dibawa ke ranah hukum, petugas polisi justru menyatakan hal-hal yang secara tidak langsung mematikan laporan pelapor.

Misalnya dengan kalimat, "Apa kejadian ini bukan karena suka sama suka", "Coba dibicarakan kekeluargaan dulu", dan sebagainya.

Semua itu masih ada, kerap kita dengar, atau bahkan kita sendiri ambil  bagian dalam kesalahan itu sampai saat ini. Sehingga, tak heran tindak pelecehan atau bahkan kekerasan seksual masih saja terulang di masyarakat.

Baca juga: Komentari Pemerkosaan, Hati-hati “Rape Culture” dan Salahkan Korban

Menurut Program Development Officer dari organisasi Rifka Annisa, Defirentia One Muharomah, kesalahan-kesalahan ini bersifat laten dan sudah mengakar di masyarakat.

"Rape culture ini sifatnya sistemik, kita enggak sadar bahwa itu sudah ada dan bahkan dilanggengkan dalam budaya kita. Ini juga menjadi penyebab kenapa banyak kasus perkosaan atau pelecehan seksual terus terjadi dan sulit ditangani," ujar Defi kepada Kompas.com, Kamis (8/11/2018) pagi.

Piramida rape culture di masyarakat, kesalahan sederhana yang banyak ditemui akan berdampak pada sesuatu yang besar.Rifka Annisa Piramida rape culture di masyarakat, kesalahan sederhana yang banyak ditemui akan berdampak pada sesuatu yang besar.

Defi juga menyebutkan, praktik pemerkosaan yang dilanggengkan ini menyebabkan struktur sosial yang ada di masyarakat tidak lagi berfungsi. Selain itu, masyarakat kehilangan sensitivitas terhadap pelanggaran yang merugikan hak-hak korban.

Sementara, Koordinator Pokja Reformasi Kebijakan Publik Koalisi Perempuan Indonesia, Indry Oktaviani, menyebutkan hal ini sebagai warisan budaya patriarki yang banyak dianut kebanyakan kelompok masyarakat di dunia.

"Hal ini terkait dengan budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia, itu proses sistematik,” ujar Indry.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com