JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja (KWI) Romo Heri Wibowo mengatakan, KWI mengapresiasi usulan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Ia berpendapat, negara seharusnya memberikan perlindungan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya melalui pendidikan, termasuk pendidikan keagamaan.
"Apresiasi atas usulan RUU yang menghadirkan negara mendukung pendidikan keagamaan yang lebih baik, terencana, dan terpadu,” kata Heri dalam sebuah diskusi di Kantor DPP Partai Sosialisasi Indonesia (PSI), Jakarta Pusat, Selasa (30/10/2018).
Namun, KWI memberikan sejumlah catatan RUU itu.
Baca juga: Bahas RUU Pesantren, Komisi VIII Akan Tampung Aspirasi Kelompok Agama
Ia mengingatkan, pemerintah dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan tidak boleh mengintervensi terlalu jauh sehingga masuk ke ranah agama tertentu.
“Jangan sampai usaha secara tertulis dalam pelaksanaan peran tidak terlalu jauh intervensi ke wilayah atau kekhasan agama tertentu, khususnya agama Katholik,” kata Heri.
Heri mengatakan, negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu sesuai Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
Sementara, dari draf RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, menurut dia, menunjukkan kurang cermat dan komprehensif.
"Dari sudut pandang kami, kurang lengkap dan menyeluruh. Tidak hanya dari ajaran Katholik tapi dari ajaran agama lain. Kurang berdialog dengan agama lain yang dimasukkan dalam RUU ini,” kata Heri.
Baca juga: Soal RUU Pesantren, Baleg Sarankan PGI Sampaikan Masukan ke Pemerintah
“Kebebasan menjalankan atau memeluk ajaran peribadataan sesuai kepercayaan menjadi dibatasi,” lanjut dia.
Heri mencontohkan Pasal 4 a RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang menyebutkan, “Pesantren sebagai lembaga pendidikan, lembaga penyiaran ajaran agama(dakwah Islam), dan lembaga pemberdayaan masyarakat.”
Menurut dia, lembaga penyiaran ajaran agama lain tidak diakomodasi.
“Pesantren lembaga pendidikan dan pemberdayaan masyarakat sementara di lembaga penyiaran agama lain tidak dimasukkan,” kata Heri.
Heri mengatakan, KWI akan memberikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) kepada presiden untuk dijadikan pertimbangan.
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Pendeta Henrek Lokra mengatakan, sekolah minggu dan katekisasi merupakan bentuk peribadatan.
“Secara prinsip PGI mengatakan kalau untuk pesantren sebetulnya tidak masalah itu diatur secara khusus, dan tidak melibatkan sekolah minggu dan katekisasi” kata Henrek.
Ia juga memberikan sejumlah catatan, yaitu tiga konteks yang perlu dicermati dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yaitu konteks politik, sosiologis, dan hukum.
Menurut dia, beberapa pasal dalam RUU itu seolah-olah dipaksakan dan tidak merepresentasikan semua pihak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.