JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, debat publik pasangan calon presiden dan calon wakil presiden bisa digelar oleh pihak di luar KPU. Pihak-pihak tersebut misalnya, kampus, media, dan yang lain.
Namun, berbeda dengan debat publik yang digelar KPU yang sifatnya wajib, debat yang diselenggarakan oleh pihak di luar KPU tidak bersifat wajib, sehingga tidak ada keharusan bagi paslon untuk mengikuti debat tersebut.
"Kalau pihak lain di luar yang disepakati bersama, sebenernya tidak apa-apa. Cuma masalahnya yang sering terjadi itu, kan tidak ada kewajiban peserta pemilu untuk memenuhi undangan itu kan," ujar Pramono di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018).
Baca juga: Debat Pilpres Direncanakan Digelar 5 Kali, Menggunakan Bahasa Indonesia
Jika nantinya diselenggarakan debat publik oleh pihak di luar KPU, kata Pramono, harus ada perlakuan yang sama di antara kedua paslon.
Kedua paslon harus sama-sama menghadiri debat, supaya tidak dinilai memihak. Selain itu, pendukung yang hadir porsinya harus sama. Moderator debat pun, harus dipilih berdasar kesepakatan kedua pihak.
Tak hanya itu, pemberian waktu kepada masing-masing kandidat dalam menjawab pertanyaan pun harus seimbang.
"Jadi prinsip-prinsip seperti itu harus seimbang sebagaimana yang dilakukan oleh KPU," ujar Pramono.
Baca juga: Soal Usulan Debat Bahasa Inggris, Bawaslu Minta Tim Kampanye Capres Tak Sibuk Urus Hal Bombastis
Menurut Pramono, KPU punya keterbatasan untuk menggelar debat publik. Oleh karenanya, jika ada pihak-pihak yang ingin menggelar debat, pihaknya menyambut baik.
Namun, ia menegaskan, harus ada prinsip keadilan dan kesetaraan dari pihak penyelenggara.
"Diharapkan bagi pihak-pihak lain itu ambil inisiatif-inisiatif seperti itu, tetapi harus menjaga prinsip penting soal kesetaraan, keadilan, kesempatan yang sama, itu engga boleh diciderai. Karena begitu nanti salah satu pihak dirugikan," maka efeknya bisa panjang," tandasnya.