Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY: Jika Diam Itu Emas, "Speak is Silver"

Kompas.com - 12/09/2018, 13:34 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyebutkan istilah "speak is silver" saat menyampaikan serangkaian tweet melalui akun Twitter miliknya, @SBYudhoyono, Rabu (12/9/2018).

Istilah itu ia gunakan sebagai penggambaran bahwa tidak selamanya bicara berdampak salah dan buruk. Menurut SBY, ini tergantung pada konteks dan kapasitas si pembicara.

Hal itu ia sampaikan sebagai tanggapan atas banyaknya masyarakat yang menyampaikan pesan "SBY jangan diam saja", di sela-sela ucapan selamat ulang tahun yang ia terima, Minggu (9/9/2018) lalu.

"Dari ratusan ribu pesan yang saya terima, intinya ada 3. Ucapan selamat; terima kasih 10 th kepemimpinan saya & ‘SBY Jangan Diam Saja’," tulis SBY.

Melalui tweet selanjutnya, SBY menyebutkan bahwa dirinya tetap turut memikirkan dan memberi kontribusi untuk kemajuan Indonesia.

Baca juga: SBY Disebut Akan Jadi Penasihat Khusus Prabowo, AHY Juru Kampanye

Dalam kapasitasnya sebagai mantan presiden, SBY mengaku tidak sepantasnya terlalu banyak bicara apalagi jika memperkeruh suasana.

"Sebagai mantan presiden tentu tidak etis 'tiap hari' berbicara, apalagi kalau bikin gaduh. Itu bukan karakter saya. Seringkali 'diam itu emas'," tulis ketua umum Partai Demokrat ini.

Namun, dalam kapasitasnya sebagai pimpinan partai politik, ia harus menyampaikan pandangan dan sarannya terhadap pemerintah.

SBY mengaku, dia akan mendukung kebijakan pemerintah yang tepat dan pro rakyat. Namun, kritikan akan ia lontarkan jika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sebaliknya.

"Nah, sebagai pemimpin partai politik, dalam keadaan tertentu saya mesti berbicara secara terukur dan konstruktif. Ingat, 'speak is silver'," kata SBY.

SBY menganggap pro-kontra yang timbul dari masyarakat atas pernyataan-pernyataan yang ia sampaikan sebagai hal yang wajar dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi.

Hal itu terkadang membuat orang-orang terdekatnya merasa tidak tega jika dirinya dihujani komentar-komentar negatif terkait kritik yang ia utarakan terhadap pemerintah. Akan tetapi, ia menganggapnya sebagai sebuah resiko yang harus dihadapi.

Rentetan tweet yang ia unggah juga tak luput dari komentar netizen.

Baca juga: Rabu Sore, Prabowo dan Sandiaga Bertemu SBY

Komentar sebaguan netizen di twit SBY, Rabu (12/9/2018).Twitter Komentar sebaguan netizen di twit SBY, Rabu (12/9/2018).

Sebagian besar memberikan kritik, menyebut SBY terlalu sering curhat di Twitter, seperti yang disampaikan oleh akun bernama @ompaktoyahooco2.

"Itu bagus pak seorang negarawan sejati dan mantan presiden tentunya akan lebih terhormat bila irit bicara tidak selalu menanggapi pernasalahan yang sepele dan ecek-ecek, tapi di sisi lain bapak minta ijin akan banyak bicara. Lho ini maksudnya gimana pak?," tulisnya.

Namun, ada juga beberapa orang yang menyampaikan dukungannya untuk SBY. Salah satunya akun atas nama @emvajuventus.

"Menurut saya malah bapak wajar dan seharusnya kalau memberikan kritik atau saran pada pemerintahan berikutnya. Karena bapak yang sudah mempunyai pengalaman sebagai presiden. Sayangnya netizen terlalu bodoh untuk menerima suara bapak. Ini negara demokrasi kok pak. Respect," tulisnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com