Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden dan Kapolri Diminta Tak Tunda Lagi Pengungkapan Kasus Munir

Kompas.com - 07/09/2018, 14:36 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani melihat negara belum serius mengungkap dalang pembunuh aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib hingga 14 tahun ini.

Yati berharap Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian tak menunda lagi penuntasan kasus Munir.

"14 tahun negara masih gagal mengungkap dalang pembunuh Munir. Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa kasus Munir adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan masih sebatas janji tanpa bukti," kata Yati dalam pernyataan pers bersama sejunlah aktivis HAM di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (7/9/2018).

Yati juga menilai ketidakjelasan keberadaan dokumen penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) meninggalnya Munir terkesan diabaikan. Jokowi, kata Yati, terus menghindar untuk memaksimalkan otoritas politiknya dalam pengungkapan kasus Munir.

"Termasuk mengabaikan kewajibannya untuk mengumumkan hasil penyelidikan TPF kepada masyarakat," kata dia.

Menurut Yati, peluang pengungkapan kasus Munir sangat terbuka. Hasil penyelidikan dan rekomendasi TPF bisa menjadi pintu masuk untuk membuka kembali berbagai temuan dan fakta dalam kasus ini.

Di sisi lain, fakta-fakta persidangan Pollycarpus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberi petunjuk yang cukup banyak. Ia memaparkan pada putusan perkara pidana nomor 1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST atas nama Pollycarpus juga bisa menjadi batu loncatan.

Baca juga: Komentar Suciwati soal Pernyataan Kapolri Terkait Kasus Munir

Dalam putusan itu, kata Yati, Pollycarpus terlibat dalam pembunuhan berencana dan pemalsuan surat dalan kapasitas turut serta dalam pembunuhan Munir.

Pollycarpus juga menunjukan sikap yang tidak terus terang dan berbelit-belit. Ia melihat Pollycarpus menyimpan kebenaran yang ia ketahui dalam pembunuhan Munir.

"Pada putusan juga Pollycarpus terbukti tidak sendirian dan masih harus diselidiki lagi siapa saja yang turut serta," katanya.

Yati juga menyinggung pertimbangan majelis hakim yang menyebutkan adanya sejumlah komunikasi antara Pollycarpus dan Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwopranjono.

"Merujuk pada fakta dan petunjuk di atas, sudah seharusnya segera ditindaklanjuti secara sungguh-sungguh, serius dan profesional oleh jajaran di kepolisian," katanya.

14 tahun lalu Munir meninggal

Tepat pada 7 September, 14 tahun yang lalu, Munir mengembuskan napas terakhirnya di atas penerbangan Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974 tujuan Jakarta-Amsterdam yang transit di Singapura.

Munir tutup usia sekitar pukul 08.10 waktu setempat, atau dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam. Hasil autopsi memperlihatkan ada jejak-jejak senyawa arsenik di dalam tubuhnya. Munir meninggal akibat diracun.

Hingga kini, belum terungkap siapa auktor intelektualis di balik tewasnya Munir. Pengadilan telah menghukum Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot maskapai Garuda Indonesia yang juga eksekutor Munir. Pollycarpus pun kini telah bebas.

Baca juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir, Ini Pesan Setara Institute untuk Pemerintah

Sejumlah fakta persidangan juga menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara dalam kasus pembunuhan ini.

Namun, pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala dakwaan.

Di sisi lain, para aktivis HAM masih terus menuntut pemerintah mendorong proses hukum bagi auktor intelektualis peristiwa pembunuhan tersebut. Sebab, para aktivis HAM yakin masih ada aktor utama dibalik pembunuhan itu yang belum terungkap.

Kompas TV Kepala Bidang Advokasi Kontras Putri Kanesia mengatakan meskipun Pollycarpus bebas Kontras terus menagih pemerintah untuk mengumumkan dokumen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com