JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius berharap kampus-kampus di Indonesia memiliki pola pencegahan masuknya paham radikalisme.
Kampus, kata dia, sudah seharusnya berupaya memblokir perilaku yang terkategori sebagai paham radikalisme, seperti intolerensi, anti-NKRI, anti-Pancasila. "Dan paham-paham tafkiri," kata Suhardi dikutip dari Antara, Jumat (10/8/2018).
Suhardi menjelaskan itu saat memberikan paparan pada Sosialisasi Penguatan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dalam Menangkal Radikalisme yang digelar Lembaga Layanan Perguruan Tinggi (LL Dikti) Wilayah VI Jawa Tengah bekerja sama dengan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) di Semarang, Jumat.
Pola pencegahan radikalisme, kata dia, disusun atas otoritas kampus. BNPT baru akan melibatkan diri jika kampus perlu bantuan.
"Jika pihak kampus ada kesulitan maka BNPT akan melakukan asistensi," kata mantan Kabareskrim Polri itu.
Paham radikalisme disebarkan dengan modus berbeda. Efeknya juga tak sama setiap kampus. Secara kuantitas, diakui Suhardi, tak terlalu banyak. Namun jika dibiarkan bisa berdampak merusak.
Kampus diharapkan bisa merumuskan pola untuk mereduksi hal-hal yang bernuansa radikal. "Kalau perlu kita hilangkan, agar tidak mengganggu proses belajar dan mengajar sehingga kita bisa dapatkan anak didik yang betul-betul berkualitas bagi Indonesia" kata Suhardi.
Suhardi kemudian mencontohkan adanya terduga teroris yang merakit bom di dalam kampus di Sumatera. Beruntung, Densus 88/Antiteror Polri bisa mengungkap kasus tersebut.
"Mereka, para perakit itu tinggal di situ (kampus)," ujar Suhardi.
Suhardi meminta kampus untuk terus mengawasi kegiatan di lingkungannya.
"Jika perlu ambil alih semua pengelolaan kegiatan yang ada di lingkungan kampus. Jangan diserahkan kepada pihak luar," kata Suhardi.